Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah dalam setiap pengurusan kasus, termasuk terhadap tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap Tom Lembong pada Jumat, 1 November 2024.
Baca Juga
“Yang bersangkutan kita mintai keterangan utamanya terkait tugas fungsi, kaitannya terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat beliau menjabat,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024).
Advertisement
Menurutnya, penyidik akan melihat urgensi pemeriksaan lanjutan terhadap Tom Lembong. Jika dinilai perlu, Mendag periode 2015-2016 itu akan kembali dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Begitu juga sebaliknya, bila penyidik menyatakan bahwa keterangan sudah cukup tentu tidak kami panggil lagi. Bagaimana proses berikutnya? Saya minta kita hormati bersama-sama asas praduga tidak bersalah, kita ikuti nanti sama-sama di sidang pengadilan bagaimana pelaksanaannya dan apakah keputusannya,” ucap dia.
Berdasarkan informasi, penyidik berencana melakukan pemeriksaan terhadap Tom Lembong pada Selasa, 5 November 2024. Namun begitu, Qohar tidak mengkonfirmasi kabar tersebut.
“Ya kita lihat nanti ya, nanti kan bisa disaksikan bersama. Dan teman-teman (wartawan) selalu ngepos di sini kan, ya silakan saja nanti ya,” kata Qohar memungkasi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami aliran dana yang masuk ke kantong tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terkait kasus korupsi komoditas gula. Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.
“Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2024).
Kejagung Sebut Tersangka Tak Harus Dapat Keuntungan
Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.
“Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.
“Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. Ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.
Advertisement
ICW Minta Kejagung Urai Perkara Tom Lembong
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tidak hanya sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum dalam penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus korupsi komoditas gula. Hal itu demi menghindari anggapan penegakan hukum bersifat politis.
“Namun juga masuk lebih jauh mengenai keterpenuhan unsur pasal di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Seperti diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara,” tutur Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
Di sini, sambungnya, penting bagi Kejaksaan Agung untuk mengurai dan mengaitkan unsur Pasal dengan kesalahan yang disangkakan terhadap Tom Lembong dan juga tersangka lainnya yakni Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Kejagung Didesak Usut Aktor Lain Terkait Kasus Impor Gula
“Dua hal yang harus dipahami jika melihat korupsi kategori kerugian keuangan negara, yakni setiap perbuatan melawan hukum harus diikuti dengan niat jahat atau mens rea, dan tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi,” jelas dia.
“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” lanjutnya.
Selain itu, ICW mendesak agar penyidik melakukan pengembangan kasus, khususnya demi menemukan aktor lainnya yang diduga terlibat dalam kasus korupsi komoditas gula. Sebab, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, namun juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.
“Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut,” Diky menandaskan.
Advertisement