Kuasa Hukum Tom Lembong Jelaskan Alasan Pemerintah Indonesia Impor Gula 200 Ribu Ton

Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi membandingkan keputusan pemerintah dengan keputusan kliennya, Menteri Perdagangan pada 2015 silam yang juga melakukan impor gula demi menstabilkan harga.

oleh Tim News Diperbarui 11 Mar 2025, 20:34 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2025, 14:24 WIB
gula-pasir
Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta, Selasa (14/2). Kesepakatan pembatasan harga eceran gula pasir atau gula kristal putih bakan dilaksanakan bulan depan oleh pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi memutuskan untuk mengimpor 200.000 ton gula mentah. Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Pangan pada 12 Februari 2025 lalu.

Tujuan impor gula sebanyak itu karena cadangan gula pemerintah (CGP) menipis hingga harga gula konsumsi di pasar tinggi.

Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi membandingkan keputusan ini dengan keputusan kliennya, Menteri Perdagangan pada 2015 silam yang juga melakukan impor demi menstabilkan harga. Apalagi, kata dia, kondisi saat itu terjadi kenaikan harga yang lebih tinggi dibandingkan saat ini.

"Mungkin tahun ini lagi baik-baik saja, mungkin lebih baik dari tahun itu, tapi kondisi hari itu, semua komoditas ya, khususnya gula itu lagi sangat kacau, kita butuh tindakan tindakan cepat, kebijakan-kebijakan strategis," kata Zaid di Jakarta, melalui keterangan tertulis, Selasa (11/3/2025).

"Nah, kebijakan impor ini diambil dengan mekanisme mengimpor gula kristal mentah dan diolah menjadi gula kristal putih disini, itu sudah mempertimbangkan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu," sambung dia.

Zaid mengatakan, kebijakan melakukan impor gula kristal mentah dan merubah menjadi GKP dan didistribusikan kepada masyarakat itu solusi yang tepat pada saat itu, dan berhasil mengatasi masalah dalam kenaikan harga gula.

Ia menyayangkan masalah yang timbul justru terjadi belakangan, yakni ketika adanya dituding adanya birokrasi yang tidak sesuai. Padahal, kata Zaid, hal teknis seperti itu bisa diperbaiki ketika terjadi kesalahan, meski pada akhirnya tidak ada juga yang memperbaiki.

"Seluruh surat-menyurat, ya kan seluruh korespondensi dan izin, persetujuan impor ya, bukan izin impor, persetujuan impor yang diterbitkan Pak Tom Lembong itu ditembuskan ke seluruh kementerian yang terkait, artinya apa?," ucap dia.

"Kalau memang ada hal yang tidak benar, atau ada hal yang janggal, sudah sepastinya di saat itulah izin persetujuan-persetujuan itu dibantah oleh masing-masing kementerian, atau tidak disetujui oleh masing-masing kementerian gitu kenapa setelah 9 tahun seolah-olah ini bermasalah, padahal di saat itu ini tidak bermasalah," sambung Zaid.

 

Promosi 1

Indonesia Tak Pernah Surplus Gula

gula-pasir
Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta, Selasa (14/2). Kemendag menyatakan, penetapan harga eceran tertinggi (HET) gula kristal putih sebesar Rp12.500 per kilogram akan dilakukan pada bulan Maret 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Menurut Zaud, Indonesia sendiri tidak pernah surplus gula, apalagi jika cara menghitungnya adalah per dua atau tiga bulanan, itu bukan hal yang tepat dalam menghitung sebuah surplus karena simulasi ideal memenuhi kebutuhan minimal per tahun.

"Kita pernah membuktikan itu di sidang peradilan karena hasil atau kemampuan Indonesia dalam memproduksi gula kristal putih itu tidak sebanding dengan kebutuhannya, itulah diperlukan mekanisme impor selain karena kebutuhan stok, menjaga stok," terang dia.

"Ada juga menjaga harga gula, harga di saat itu lagi tinggi itu bagaimana mekanisme pengadaannya biar bisa segera direalisasikan di daerah-daerah yang harganya tinggi, itulah dilakukan import, jadi ada dua alasan import itu satu menjaga stok, yang kedua itu untuk menstabilisasi harga," sambung Zaid.

Dia mengatakan, demi menstabilisasi harga, pemerintah tidak mengimpor bahan karena harga jual ke masyarakat jauh lebih tinggi. Untuk itulah, kata Zaid, diambil kebijakan mengimpor bahan mentah untuk diolah menjadi GKP.

Dia menyebut, ada banyak keuntungan dengan melakukan mekanisme itu, diantaranya devisa negara bertambah karena Indonesia mengimpor bahan mentah dan mengelolahnya menjadi bahan jadi.

"Kedua, membuka lapangan pekerjaan baru karena ada proses merubah mentah menjadi matang itu tadi. Ketiga harga jual ke masyarakat itu jauh lebih stabil ketimbang mengimpor bahan jadi," terang dia.

"Keempat impor GKM diubah kemudian menjadi GKP, GKP kemudian disebar ke masyarakat itu dalam perhitungan ahli pada saat kita di sidang peradilan itu masyarakat sangat diuntungkan dengan penurunan harga itu kurang lebih ada sekitar hampir Rp8 triliun ya," pungkas Zaid.

Infografis Kronologi Mantan Mendag Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kronologi Mantan Mendag Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya