Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi menyayangkan sikap jaksa penuntut umum (JPU) yang dinilai menghindar dari substansi keberatan dalam eksepsi yang disampaikan. Menurut dia, JPU tidak mengurai dalil mana yang dibantah oleh kliennya.
“Misalnya, korelasi antara pasal dalam UU Perlindungan Petani, UU Pangan, Permendag 527, dan Permen 117 dengan UU Tipikor sama sekali tidak dijelaskan dalam dakwaan. Ini jelas melanggar prinsip hukum," kata Zaid usai persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Baca Juga
Zaid juga menyoroti inkonsistensi tempus yang sengaja dipersingkat. Dia menilai, JPU sengaja membatasi dakwaan hanya pada masa jabatan Tom Lembong saat menjadi menteri pergagangan yakni 2015-2016. Padahal Sprindik dikeluarkan mencakup tahun 2015-2023.
Advertisement
“Ini ada apa? Kenapa hanya sebatas Pak Tom tempusnya Ini. Harusnya sesuai sprindik, penuntut dengan dakwaan itu harus sejalan karena proses pendakwaan itu berangkat dari proses penyidikan dulu sebelumnya,” kritiknya.
Zaid menuding, jaksa mengabaikan aturan hukum yang dapat menguntungkan kliennya. Sebab berdasarkan KUHAP pasal 1 ayat 2 diatur, apabila ada peraturan perubahan setelah terjadinya tindak pidana, maka yang dipakai adalah aturan yang meringankan.
Dia menjelaskan, aturan meringankan dimaksud adalah UU BUMN yang telah disahkan pada 24 Februari 2025. Dalam UU BUMN tersebut menyatakan bahwa kerugian BUMN bukan kerugian negara.
“Ini tidak retroaktif. Lihat saja surat dakwaan itu 25 Februari, UU diundangkan itu 24 Februari, langsung berlaku. Itu yang kita sangat menyayangkan. Untuk itu kami yakin majelis hakim punya hati nurani dan keberanian dalam mengambil keputusan yang adil bagi Pak Tom Lembong,” dia menandasi.
Pakar Hukum Nilai Ada Inkonsisten JPU
Menanggapi situasi yang terjadi, Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting menilai hal tersebut sebagai inkonsistensi dan melemahkan tuduhan kerugian negara sebesar Rp578 miliar yang dialamatkan ke Tom Lembong. Alasannya, ada pembatasan dakwaan hanya pada masa jabatan Tom Lembong (2015-2016) yang justru menjadi kontraproduktif.
“Nanti dia (jaksa) nggak bisa membuktikan kalau rentang waktu kejadian yang dia sampaikan itu (2015-2016) ternyata nggak ada perbuatan melawan hukum apapun,” ujar Jamin dalam keterangan terpisah.
Jamin menilai, ketidaksesuaian tempus dakwaan dengan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) berpotensi meloloskan pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
"Jika kerugian terjadi di luar masa jabatan Tom Lembong, harusnya yang didakwa adalah pejabat aktif saat itu. Bukan malah memaksakan tuduhan kepadanya (Tom)," tutur Jamin.
Jamin meragukan dalam masa jabatan yang singkat, Tom bisa membuat kebijakan yang merugikan negara.
“Kalau masa satu tahun itu apa sih yang dia lakukan? yang terkait dengan kerugian negara yang diakibatkan kebijakan yang dikeluarkannya?,” tanya dia.
Jamin meyakini, dalam kasus yang menjeratnya Tom dapat lepas dari jerat hukum atau jika penegak hukum ingin bekerja lebih serius, penyidikan kasus dapat diperluas hingga ke periode 2023 dengan memanggil sejumlah menteri perdagangan setelah Tom.
“Orang yang menjabat pada saat itu yang seharusnya bertanggung jawab kan, dan dia harus dihadirkan, paling tidak sebagai saksi dan menerangkan,” Jamin menutup.
Advertisement
