Kata Aktivis Lingkungan soal Putusan Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis Cs, Dinilai Rugikan Masyarakat Babel

Aktivis Lingkungan menjelaskan, pihak yang ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus korupsi timah merupakan orang yang memiliki peran penting untuk memperbaiki tata kelola pertambangan timah di Bangka Belitung.

oleh Tim News diperbarui 30 Des 2024, 22:34 WIB
Diterbitkan 30 Des 2024, 19:25 WIB
Sidang Lanjutan Korupsi Timah, Terdakwa Harvey Moeis Simak Keterangan Para Saksi
Pada kasus ini, Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Putusan kasus dugaan korupsi timah yang menjadikan perusahaan swasta PT Timah dan pejabat negara sebagai koruptor, dinilai seperti menindas masyarakat Bangka Belitung (Babel) sebagai provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia.

Pasalnya, para terdakwa dihukum oleh negara karena melakukan perusakan lingkungan dan juga kongkalikong sehingga dijatuhkan hukuman korupsi. Hal tersebut seperti disampaikan Aktivis Lingkungan Elly Agustina Rebuin.

Dia menjelaskan, pihak yang ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pusaran kasus korupsi timah merupakan orang yang memiliki peran penting untuk memperbaiki tata kelola pertambangan timah di Bangka Belitung.

"Mereka (orang yang ditangkap Kejagung) selama ini mengakomodir masyarakat yang melakukan penambangan untuk menjual hasil tambangnya kepada PT Timah. Terbukti dari kerja sama yang sudah dilakukan produksi PT Timah meningkat," ujar Elly dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).

Namun, lanjut dia, sejak terjadinya penangkapan terdakwa Harvey Moeis hingga Tokoh Masayarakat di Bangka Belitung Tamron alias Aon, membuat masyarakat tidak bisa menjual hasil penambangan bijih timah kepada PT Timah.

"Produksi PT Timah pun berangsur terus menurun setiap tahunnya. Aon ini salah satu orang yang mengakomodir masyarakat supaya tertib," ucap dia.

"Sebelumnya masyarakat menjual hasil tambang ke perusahaan lain dan ada yang diseludupkan, tetapi Aon berhasil membina masyarakat dan menjualnya kepada PT Timah," sambung Elly.

Untuk diketahui, dalam putusan dengan terdakwa Harvey Moeis, Hakim Ketua Eko Aryanto menyebutkan PT Timah dan PT RBT bukan penambang ilegal karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dalam ammar putusannya.

"Bahwa PT Timah Tbk dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP. Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang," kata Hakim Ketua Eko, Senin 23 Desember 2024.

 

Tujuan Menyejahterakan Rakyat

Dua Ahli Geologi yang sekaligus memiliki sertifikat Competent Person Indonesia (CPI) dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah.
Dua Ahli Geologi yang sekaligus memiliki sertifikat Competent Person Indonesia (CPI) dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah. (Ist)

Melalui putusan tersebut, Elly menilai Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang isinya bertujuan mensejahterakan rakyat dalam Pasal 4 hanya sekedar teori.

"Mana UU Minerba yang katanya mensejahterakan masyarakat, buktinya saat ini penegakan hukum yang dilakukan oleh negara menyengsarakan rakyat," kata dia.

Elly menyebut, Pemerintah dalam hal ini terbukti tidak bisa melindungi masyarakat Bangka Belitung. Melalui aturan yang ada, kata dia, masyarakat sudah dinilai menjadi penambang ilegal dan tidak ada kesejahteraanya.

Padahal, Elly menjelaskan keadaan di lapangan, masyarakat sudah seperti mitra yang menjual hasil tambangnya kepada PT Timah tanpa harus membayarkan pembebasan lahan untuk mengambil kekayaan alam yang ada di tanah masyarakat.

"Selama ini tidak ada pembebasan lahan, mayarakat yang menambang dan menjualkan ke PT Timah dengan sukarela. Masa masyarakat sekarang disebut sebagai penambang ilegal," terang Elly.

Menurut dia, PT Timah sendiri sudah sangat diuntungkan dengan kerja sama yang terjalin, negara juga mendapatkan dan menjalankan mandat hilirisasi untuk komoditas tambang dari pasir menjadi logam.

"Orang tahu dari beli pasir ini jadilah produk logam, nah dengan adanya kerja sama 1,5 tahun itu maka pembelian pasir itu ada di masyarakat. Tidak mungkin gratis, masyarakat kan yang punya lahan disitu," kata Elly.

 

Dinilai Tidak Adil

Saksi Fakta dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah atas terdakawa Harvey Moeis, Suparta dan Reza.
Saksi Fakta dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah atas terdakawa Harvey Moeis, Suparta dan Reza. (Ist)

Elly menilai, penerapan hukum terhadap kasus timah tersbeut sangat tidak adil. Saat ini, kata dia, masyarakat sudah sangat jelas tidak bisa lagi melakukan penambangan dan PT Timah tidak bisa membeli hasil tambang dari masyarakat.

"Jika demikian mulai hari ini seluruh masyarakat Bangka Belitung tidak boleh bekerja lagi, harus dihentikan aktivitasnya karena mereka semua koruptor," ucap Elly.

"PT Timah juga harus diawasi dengan ketat. Jangan pernah mengambil timah dari masyarakat. PT Timah juga harus membebaskan lahan dan ganti rugi kalau ingin menambang di tanah masyarakat terhitung dari putusan kasus timah," tambah dia.

Disisi lain, lanjut Elly, penangkapan yang dilakukan oleh Kejagung ini seolah-olah sudah direncakan oleh pihak yang tidak senang dengan kemajuan yang ada di Bangka Belitung.

"Ini seakan-akan mereka sudah total merampok semuanya, ini yang tidak benar. Memang sudah terlalu parah rencana busuk mereka untuk menindas masyarakat," tegas Elly.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya