Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) baru Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Apakah itu?
Untuk diketahui, Pergub itu untuk menggantikan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 2799/2004 yang dinilai sudah tidak relevan.
Advertisement
Baca Juga
Dilihat Liputan6.com, Pergub tersebut ditetapkan pada 6 Januari 2025 dan diteken Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi. Adapun Pergub ini diundangkan di Jakarta pada 9 Januari 2025 dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jakarta Marullah Matali.
Advertisement
"Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan tertib administrasi proses pelaporan perkawinan, pemberian izin beristri lebih dari seorang, dan pemberian izin atau keterangan melakukan perceraian" demikian bunyi Keputusan Pergub tersebut, dikutip Jumat 17 Januari 2025.
"Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 tentang Pendelegasian Wewenang Penolakan/ Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta perlu diganti dan untuk selanjutnya diatur dengan peraturan gubernur," sambungnya.
Pergub tersebut terdiri atas delapan bab, mencakup berbagai ketentuan mulai dari pelaporan perkawinan, izin poligami, izin atau keterangan perceraian, hingga hak atas penghasilan serta pendelegasian wewenang.
Pada Bab II, disebutkan bahwa ASN di lingkungan Pemprov Jakarta yang telah menikah diwajibkan untuk melaporkan perkawinannya paling lambat satu tahun setelah pernikahan berlangsung.
Berikut sederet fakta terkait Pemprov Jakarta keluarkan Pergub ASN Boleh Poligami dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Pemprov Jakarta Terbitkan Pergub Baru, Bolehkan ASN Poligami hingga Atur Izin Perceraian
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) baru Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Pergub ini menggantikan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 2799/2004 yang dinilai sudah tidak relevan.
Dilihat Liputan6.com, Pergub tersebut ditetapkan pada 6 Januari 2025 dan diteken Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi. Adapun Pergub ini diundangkan di Jakarta pada 9 Januari 2025 dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jakarta Marullah Matali.
"Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan tertib administrasi proses pelaporan perkawinan, pemberian izin beristri lebih dari seorang, dan pemberian izin atau keterangan melakukan perceraian. Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 tentang Pendelegasian Wewenang Penolakan/ Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta perlu diganti dan untuk selanjutnya diatur dengan peraturan gubernur," demikian bunyi Keputusan Pergub tersebut, dikutip Jumat 17 Januari 2025.
Pergub tersebut terdiri atas delapan bab, mencakup berbagai ketentuan mulai dari pelaporan perkawinan, izin poligami, izin atau keterangan perceraian, hingga hak atas penghasilan serta pendelegasian wewenang.
Pada Bab II, disebutkan bahwa ASN di lingkungan Pemprov Jakarta yang telah menikah diwajibkan untuk melaporkan perkawinannya paling lambat satu tahun setelah pernikahan berlangsung. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenai hukuman disiplin berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, pada Bab III Pasal 4 Pergub tersebut dijelaskan ASN yang akan beristri lebih dari satu orang wajib mendapat izin dari atasan. Jika ASN terkait melakukan poligami tanpa izin, akan dikenai sanksi berat.
"Pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan Perkawinan," demikian isi Pergub tersebut.
"Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan," lanjutan isi Pergub.
Advertisement
2. Soal Izin Poligami
Adapun izin poligami bagi ASN bisa diberikan oleh atasan, jika ASN yang bersangkutan bisa memenuhi syarat yang tertulis di Pasal 5.
Syarat itu antara lain alasan yang mendasari perkawinan, meliputi istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 (sepuluh) tahun Perkawinan.
Selanjutnya, mendapatkan persetujuan istri atau para istri secara tertulis, mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para nak, sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak, tidak mengganggu tugas kedinasan, serta memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Kemudian, ada lima poin yang membuat ASN tak diberikan izin poligami. Hal itu tertulis di Pasal 6. Adapun rinciannya, bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai ASN yang bersangkutan, tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Lalu, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat, dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
3. Bunyi Pergub Baru Lengkap
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menerbitkan aturan terkait izin perkawinan dan perceraian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satu pasalnya mengatur soal syarat pemberian izin bagi ASN di lingkungan Pemprov Jakarta yang ingin mempunyai istri lebih dari satu alias poligami. Salah satunya, mendapat rekomendasi atau izin dari atasan.
Namun jika izin tidak diberikan, tetapi pegawai tersebut tetap berpoligami, maka pegawai terkait bakal terkena sanksi sesuai dengan aturan berlaku.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Gubernnur Nomor 2 tahun 2025 yang ditetapkan Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi pada 6 Januari 2025.
Dalam Pergub tertulis Keputusan Sekda Pemprov Jakarta Nomor 183 Tahun 2024 tentang program pembentukan peraturan Gubernur Jakarta 2025. Dalam keputusan itu, rancangan pergub ini masuk dalam jenis 'Rancangan Pergub Baru' yang dibuat Badan Kepegawaian Daerah Jakarta.
Berikut bunyi aturan pada Pasal 4 tersebut:
1. Pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan.
2. Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal ditemukan alasan yang meringankan atau memberatkan bagi pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hukuman disiplin dijatuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan dengan mempertimbangkan dampak pelanggaran.
4. Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Aturan terkait izin berpoligami untuk ASN pria di lingkungan Pemprov Jakarta juga dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 5 yang terdiri dari dua ayat.
Berikut bunyi dari ayat (1):
Izin beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Alasan yang mendasari perkawinan:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 (sepuluh) tahun perkawinan;
b. Mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;
c. Mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;
d. Sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;
e. Tidak mengganggu tugas kedinasan; dan
f. Memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang
Berikut isi, dari ayat (2):
Izin beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak dapat diberikan apabila:
a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai ASN yang bersangkutan;
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau
e. Mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Advertisement