Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, revisi Tatib DPR tidak serta merta DPR bisa mencopot pejabat lembaga hasil fit and proper test di DPR. Ia menyebut, DPR hanya bisa memberi rekomendasi dan selanjutnya pejabat berwenang untuk mengambil sikap apakah evaluasi atau tidak.
Diketahui, pada revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, disebutkan DPR dapat melakukan evaluasi berkala terhadap calon yang pernah ditetapkan di paripurna.
Advertisement
Baca Juga
"Kan kita yang fit and proper (calon), jika sewaktu-waktu diperlukan, kita bisa fit proper ulang terkait dengan hal-hal yang luar biasa. Nah tapi itu kan juga tergantung nanti dari pemerintahnya menindaklanjuti atau nggak. Karena itu kan bukan keputusan kita sendiri juga itu, kan bukan kita yang bisa kemudian menyatakan bahwa, kan sifatnya nanti cuma rekomendasi," ujar Dasco kepada wartawan, Kamis (6/2/2025).
Advertisement
Apalagi, kata Dasco, revisi Tatib tersebut tidak termaktub di undang-undang yang bersifat mengikat. "Kalau di undang-undang mungkin kita boleh dicurigai mau ini, mau itu. Ini kan cuma peraturan tata tertib," katanya.
Oleh karena itu, Dasco memastikan tak ada putusan DPR bisa mencopot pejabat negara, hal itu menurutnya terlalu melebar.
"Jadi nggak ada yang katanya buat mencopot ini, mencopot itu. Itu sih udah, apa ya, terlalu berlebihan, karena maksud kita nggak begitu," pungkasnya.
Bisa Gugat ke MK
Anggota DPR Fraksi PDIP Adian Napitupulu, menyebut Revisi Peraturan DPR tentang Tata Tertib (Tatib) bisa digugat ke lembaga peradilan seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) hingga PTUN.
Menurutnya, hal itu bisa terjadi apabila ada pihak yang tidak setuju dengan revisi Tatib DPR yang mengatur DPR bisa mencopot pejabat melalui fit and proper test.
Ya bisa dibawa ke MK kalau nggak setuju. Gampang saja kok ada mekanismenya. Kalau tidak setuju, kan ada mekanisme tidak setuju," ujar Adian di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
"Kita mau semua masyarakat bisa mengikuti mekanisme itu. Sehingga ketidaksetujuan itu disalurkan lewat mekanisme konstitusional," sambungnya.
Menurutnya, masuk akal apabila DPR selaku yang melakukan uji kelayakan bisa melakukan evaluasi pejabat. "Logikanya kalau kemudian DPR ikut terlibat dalam pengambilan keputusan maka seharusnya dia bisa melakukan evaluasi terhadap keputusannya," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, apabila ada yang tidak sepakat maka dipersilakan untuk menempuh jalur hukum.
"Kalau kemudian ada kekhawatiran seperti itu, semua warga negara melakukan uji terhadap keputusan DPR itu. Ke mana? MA, MK, bisa PTUN bisa segala macam, ya macam-macam. Silakan saja dan kita tidak mungkin melarang dong," katanya.
"(Tatib) Mengikat itu kan bukan berarti tidak boleh digugat toh. Kan bisa," pungkas Adian.
Advertisement
Infografis
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)