Liputan6.com, Jakarta - Komisi Etik Profesi Polri (KEPP) telah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap tiga polisi pelanggar dan sanksi demosi delapan tahun terhadap dua pelanggar lainnya terkait kasus dugaan pemerasan terhadap anak Bos Prodia.
Adapun tiga polisi yang dipecat atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Jaksel AKP Ahmad Zakaria, dan mantan Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Jaksel AKP Mariana.
Baca Juga
"Iya tiga di-PTDH," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Senin (10/2/2025).
Advertisement
Sementara itu, mantan Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Gogo Galesung, mantan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Jaksel Ipda Novian Dimas disanksi demosi delapan tahun.Â
"Saudara G itu mendapatkan keputusan demosi selama 8 tahun. Kemudian saudara ND itu mendapatkan keputusan demosi selama 8 tahun di luar fungsi penegakan hukum atau reserse," ujar dia.
Majelis Etik menilai, kelima polisi itu telah melakukan penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus pidana yang melibatkan anak bos Prodia, Arif Nugroho dan rekannya Muhammad Bayu Hartanto.Â
"Yang bisa kami sampaikan adalah penyalahgunaan wewenang," ujar Ade Ary.
Atas keputusan sidang etik ini, kelima perwira ini mengajukan banding. "Kelima terduga pelanggar menolak dan mengajukan banding atas putusan tersebut," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya memungkasi.
Bintoro Diduga Hanya Terima Ratusan Juta
Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim)Â Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, diduga menerima uang ratusan juta rupiah saat menangani kasus dugaan pembunuhan dan kekerasan seksual yang melibatkan Anak Bos Prodia, Arif Nugroho.
Fakta tersebut terungkap dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar di Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2/2025) kemarin. Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, turut memantau jalannya sidang etik tersebut.
Anam mengungkapkan bahwa AKBP Bintoro menerima uang lebih dari Rp 100 juta. Jumlah ini, menurutnya, lebih kecil dibanding angka yang sempat beredar di publik.
"Pemberian uang kepada anggota polisi sangat kecil, tidak sebesar yang beredar di publik. Angkanya bukan Rp2 miliar atau Rp5 miliar, tetapi lebih dari Rp100 juta," kata Anam kepada wartawan, Sabtu (8/2/2025).
Dia menambahkan nominal uang yang diterima Bintoro perlu divalidasi lebih lanjut. Sayangnya saat itu pihak yang memberikan uang tidak hadir dalam sidang. Namun, angka yang muncul memang Rp 100 juta.
"Apakah itu angka yang benar atau tidak, masih bisa diklarifikasi kembali. Sayangnya, pihak pemberi tidak hadir dalam sidang etik. Kalau hadir, tentu bisa dikonfirmasi lebih lanjut," ujar Anam.
Dalam persidangan terungkap pemberian uang kepada AKBP Bintoro, juga terduga pelanggar lain dilakukan dalam berbagai bentuk, tidak hanya melalui transfer bank.
"Jika diurai, uang itu ada yang transfer, ada yang langsung atau cash dan ada yang berupa barang.
Â
Advertisement
Kompolnas Dorong Kasus Diusut hingga Pidana
Walaupun, kata Anam, mereka saat itu sempat membuat alibi terkait peruntukkan uang tersebut. Namun, majelis hakim etik tetap menyatakan perbuatannya mereka melanggar kode etik.
"Orang boleh beralibi, tetapi alibi itu diuji oleh majelis sidang etik. Setelah diuji, akhirnya diambil kesimpulan. Makanya, ada yang dikenai sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), ada juga yang mendapat sanksi demosi selama delapan tahun," jelasnya.
Lebih lanjut, Anam mendorong kasus ini sebaiknya tidak hanya berhenti pada sanksi etik, tetapi juga diproses secara pidana agar kasus ini dalam terungkap secara terang-benderang. Terlebih, kata dia pihak non-anggota kepolisian yang punya peran vital dalam kasus ini.
"Proses pidana penting, karena ini bukan hanya soal sanksi etik, tetapi juga untuk mengungkap struktur peristiwa secara jelas," ujar dia.
"Kalau model pemidanaan pasti akan mudah dikroscek struktur peristiwa dan validitas angka. Kami harap pidana segera di proses agar terang peristiwa dan keadilan bagi siapapun terhadap kasus ini segera terwujud," dia menandaskan.Â
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)