Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Profesi dan Etik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menilai jembatan timbang yang ada di Indonesia tidak berwibawa dan belum efektif pelaksanaannya.
“Sejak zaman pemerintah Orde Baru sampai pemerintahan sekarang jadi persoalannya sama,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa 18 Februari 2025.
Dia menuturkan ada tiga hal pokok yang menyebabkan jembatan timbang di Indonesia tidak memiliki wibawa. Pertama, penempatan lokasi jembatan timbang yang tidak tepat. Menurutnya, jembatan timbang yang ada saat ini sama sekali tidak mempertimbangkan roadmap atau pemetaan perdagangan, roadmap logistik, dan angkutan logistik. Misalnya, dari mana asal barang yang diangkut itu diambil dan kemana tujuannya.
Advertisement
“Padahal, berdasarkan pemetaan itulah seharusnya diletakkan di mana lokasi jembatan timbang yang tepat untuk dibangun,” tukasnya.
Dijelaskan, lokasi jembatan timbang yang ada saat ini tidak ditempatkan mengikuti seamless kelas jalan, tapi berada di satu ruas jalan panjang yang memiliki kelas jalan yang berbeda. Karenanya, kata Agus, itu menjadi persoalan karena belum tentu bisa menangkap kendaraan-kendaraan yang melanggar aturan dengan jelas.
“Ini yang menjadi persoalan atau debatable di Indonesia dan sangat berbahaya sekali. Misalnya satu ruas jalan panjang, kelasnya beda-beda. Ini menunjukkan kita belum punya roadmap yang pasti mengenai kelas jalan,” ucapnya.
Persoalan kedua yang menyebabkan jembatan timbang di Indonesia tidak berwibawa adalah masalah pungutan liar (pungli). “Sebelum bisa menyelesaikan perkara pungli ini, niscaya jembatan timbang di Indonesia itu akan menjadi benar,” katanya.
Persoalan ketiga yang membuat jembatan timbang di Indonesia tidak berwibawa adalah tidak memiliki area penampungan yang bisa menjamin perlindungan terhadap barang-barang dari truk-truk yang overloading. “Area penampungan yang ada di jembatan timbang kita itu sangat terbatas. Jadi, tidak ada jaminan perlindungan terhadap barang-barang yang diturunkan karena overloading,” ujarnya.
Hasil Kajian UGM
Sebelumnya, Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra dan praktisi transportasi dan logistik, menyoroti perlunya pembenahan jembatan timbang di Indonesia. Menurutnya, jumlah sumber daya manusia (SDM) di jembatan timbang itu sangat kurang dan peralatannya juga banyak yang sudah rusak.
Selain itu, dari total 141 jembatan timbang yang ada di seluruh Indonesia, sampai dengan sekarang ini hanya 25 jembatan timbang yang dibuka. Dan itupun tidak beroperasi 24 jam, tapi hanya 8 jam saja. “Ini kan sama saja dengan bohong jika mau secara serius menerapkan Zero Odol,” tandasnya.
Hasil kajian Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2020 mendapati sejumlah masalah yang dimiliki jembatan timbang. Di antaranya adalah geometrik akses jembatan dan kapasitas alat timbang terbatas. Masalah lainnya adalah ketersediaan gudang bagi truk-truk obesitas untuk menyimpan barang bawaan mereka apabila menyalahi aturan.
Persoalannya, jika ternyata muatannya adalah barang yang mudah busuk atau berumur pendek maka harus ada tempat penyimpanan yang memadai agar tidak terjadi kerugian.
Advertisement
Infografis
