Liputan6.com, Jakarta Era Reformasi merupakan salah satu babak penting dalam sejarah Indonesia modern. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tahun 1998 ini menandai berakhirnya pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Namun, apa sebenarnya yang menjadi penyebab utama terjadinya era reformasi tersebut? Mari kita telaah lebih dalam berbagai faktor yang memicu gelombang perubahan besar-besaran di Indonesia.
Krisis Moneter sebagai Pemicu Utama
Salah satu penyebab utama terjadinya era reformasi adalah krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998. Krisis ini bermula dari jatuhnya nilai tukar Bath Thailand terhadap dolar AS yang kemudian berimbas ke negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia. Dampaknya sangat terasa bagi perekonomian nasional:
- Nilai tukar rupiah anjlok drastis dari sekitar Rp 2.500 per dolar AS menjadi lebih dari Rp 15.000 per dolar AS
- Inflasi melonjak hingga mencapai 77,6% pada tahun 1998
- Pertumbuhan ekonomi terpuruk menjadi -13,1% pada tahun 1998
- Pengangguran meningkat tajam karena banyak perusahaan yang bangkrut atau melakukan PHK besar-besaran
- Harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi sehingga daya beli masyarakat menurun drastis
Krisis moneter ini memperlihatkan kelemahan fundamental perekonomian Indonesia yang selama ini tertutupi oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ketergantungan pada utang luar negeri dan praktik ekonomi yang tidak sehat akhirnya terbongkar. Masyarakat yang sudah lama menikmati stabilitas ekonomi mendadak dihadapkan pada kesulitan hidup yang luar biasa.
Pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto ternyata tidak mampu mengatasi krisis ini dengan baik. Berbagai kebijakan yang diambil justru semakin memperparah keadaan. Misalnya, pencabutan subsidi BBM yang menyebabkan harga-harga semakin melambung. Kegagalan pemerintah dalam menangani krisis ekonomi ini akhirnya memicu kekecewaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap rezim yang berkuasa.
Advertisement
Praktik KKN yang Mengakar
Penyebab utama terjadinya era reformasi berikutnya adalah maraknya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sudah mengakar dalam sistem pemerintahan Orde Baru. Beberapa contoh praktik KKN yang terjadi antara lain:
- Pemberian proyek-proyek besar kepada kroni-kroni Presiden Soeharto tanpa melalui tender yang transparan
- Pengangkatan pejabat-pejabat penting berdasarkan kedekatan dengan penguasa, bukan berdasarkan kompetensi
- Pemberian hak monopoli kepada perusahaan-perusahaan milik keluarga atau kerabat penguasa
- Penyalahgunaan dana-dana bantuan seperti dana reboisasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok
- Manipulasi anggaran negara untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok
Praktik KKN ini menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara kelompok elit yang dekat dengan kekuasaan dan masyarakat umum. Kekayaan negara hanya dinikmati oleh segelintir orang, sementara sebagian besar rakyat hidup dalam kemiskinan. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan sosial dan ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Ketika krisis moneter melanda, praktik KKN ini semakin terekspos ke permukaan. Masyarakat mulai menyadari bahwa kemerosotan ekonomi yang terjadi salah satunya disebabkan oleh praktik KKN yang sudah menggurita. Tuntutan untuk memberantas KKN pun menjadi salah satu agenda utama dalam gerakan reformasi.
Pelanggaran HAM yang Sistematis
Faktor lain yang menjadi penyebab utama terjadinya era reformasi adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi secara sistematis selama pemerintahan Orde Baru. Beberapa contoh pelanggaran HAM yang terjadi antara lain:
- Pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI pasca peristiwa G30S 1965
- Penculikan dan penghilangan paksa para aktivis pro-demokrasi
- Pembunuhan misterius (Petrus) terhadap para preman pada awal 1980-an
- Penembakan mahasiswa dalam peristiwa Trisakti pada 12 Mei 1998
- Pembatasan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat
- Penahanan sewenang-wenang terhadap para aktivis dan tokoh oposisi
Pelanggaran HAM ini menunjukkan watak otoriter dari rezim Orde Baru yang tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk membungkam suara-suara kritis. Kebebasan sipil dibatasi demi mempertahankan kekuasaan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kemanusiaan.
Menjelang tahun 1998, kesadaran akan pentingnya penegakan HAM semakin menguat di kalangan masyarakat. Berbagai LSM dan aktivis pro-demokrasi gencar menyuarakan isu-isu HAM. Tuntutan akan adanya penghormatan terhadap HAM dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu pun menjadi salah satu agenda penting dalam gerakan reformasi.
Advertisement
Sistem Politik yang Otoriter
Penyebab utama terjadinya era reformasi selanjutnya adalah sistem politik yang otoriter selama pemerintahan Orde Baru. Beberapa ciri sistem politik otoriter Orde Baru antara lain:
- Kekuasaan terpusat pada presiden (executive heavy)
- Peran DPR/MPR hanya sebagai "tukang stempel" kebijakan pemerintah
- Pemilu yang tidak demokratis dan penuh rekayasa
- Pembatasan jumlah partai politik menjadi hanya 3 partai
- Doktrin "floating mass" yang melarang partai politik berkegiatan di tingkat desa
- Pemberlakuan asas tunggal Pancasila bagi semua ormas dan parpol
- Sensor ketat terhadap pers dan media massa
Sistem politik yang otoriter ini menyebabkan tersumbatnya saluran-saluran aspirasi masyarakat. Kritik dan perbedaan pendapat dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas sehingga harus dibungkam. Akibatnya, terjadi penumpukan kekecewaan di masyarakat yang akhirnya meledak dalam bentuk gerakan reformasi.
Tuntutan akan adanya demokratisasi dan kebebasan politik menjadi salah satu agenda utama reformasi. Masyarakat menginginkan adanya sistem politik yang lebih terbuka, partisipatif dan akuntabel. Perubahan sistem politik ini dianggap sebagai prasyarat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Dwifungsi ABRI yang Kontroversial
Faktor lain yang menjadi penyebab utama terjadinya era reformasi adalah kebijakan Dwifungsi ABRI yang kontroversial. Dwifungsi ABRI adalah doktrin yang membenarkan keterlibatan militer tidak hanya dalam bidang pertahanan keamanan, tapi juga dalam bidang sosial politik. Beberapa dampak dari kebijakan Dwifungsi ABRI antara lain:
- Banyaknya jabatan sipil strategis yang diisi oleh perwira militer aktif maupun purnawirawan
- Adanya Fraksi ABRI di DPR/MPR yang anggotanya diangkat tanpa melalui pemilu
- Keterlibatan ABRI dalam bisnis dan pengelolaan BUMN
- Dominasi ABRI dalam pengambilan kebijakan-kebijakan strategis negara
- Penggunaan pendekatan keamanan (security approach) dalam menangani masalah-masalah sosial politik
Kebijakan Dwifungsi ABRI ini mendapat kritik keras karena dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan profesionalisme militer. ABRI yang seharusnya menjadi alat negara yang netral justru terlibat terlalu jauh dalam urusan-urusan sipil. Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi dalam sistem politik dan pemerintahan.
Menjelang tahun 1998, tuntutan untuk menghapuskan Dwifungsi ABRI semakin menguat. Masyarakat menginginkan adanya pemisahan yang tegas antara peran militer dan sipil. ABRI diharapkan kembali ke barak dan fokus pada tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara. Penghapusan Dwifungsi ABRI pun menjadi salah satu agenda penting dalam gerakan reformasi.
Advertisement
Krisis Kepercayaan terhadap Pemerintah
Penyebab utama terjadinya era reformasi yang tak kalah penting adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Krisis kepercayaan ini terjadi karena berbagai hal, antara lain:
- Kegagalan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi
- Skandal-skandal korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara
- Kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat
- Sikap arogan dan tidak responsif pemerintah terhadap aspirasi masyarakat
- Manipulasi informasi dan kebohongan publik yang dilakukan pemerintah
- Pelanggaran-pelanggaran HAM yang tidak pernah diusut tuntas
Krisis kepercayaan ini menyebabkan hilangnya legitimasi pemerintah di mata rakyat. Masyarakat tidak lagi percaya bahwa pemerintah mampu menjalankan tugasnya dengan baik untuk mensejahterakan rakyat. Akibatnya, timbul keinginan kuat untuk melakukan perubahan total terhadap sistem pemerintahan yang ada.
Gerakan reformasi yang terjadi merupakan manifestasi dari hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat menuntut adanya pemerintahan baru yang lebih bersih, transparan dan akuntabel. Tuntutan akan pergantian kepemimpinan nasional pun menjadi salah satu agenda utama reformasi.
Peran Mahasiswa dan Gerakan Pro-Demokrasi
Faktor penting lainnya yang menjadi penyebab utama terjadinya era reformasi adalah peran aktif mahasiswa dan gerakan pro-demokrasi. Beberapa peran penting mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi dalam mendorong reformasi antara lain:
- Melakukan aksi-aksi demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi total
- Menduduki gedung DPR/MPR sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan
- Menyuarakan aspirasi dan tuntutan reformasi melalui berbagai media
- Melakukan pendidikan politik kepada masyarakat
- Membangun aliansi dengan berbagai elemen masyarakat untuk memperkuat gerakan reformasi
Mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi berperan sebagai motor penggerak reformasi. Mereka menjadi corong aspirasi masyarakat yang selama ini terbungkam. Aksi-aksi demonstrasi yang mereka lakukan berhasil membangun kesadaran publik akan pentingnya perubahan. Tuntutan reformasi yang awalnya hanya digaungkan oleh segelintir orang akhirnya mendapat dukungan luas dari berbagai lapisan masyarakat.
Peran mahasiswa dan gerakan pro-demokrasi ini menjadi katalisator yang mempercepat terjadinya perubahan. Tekanan yang mereka berikan membuat pemerintah Orde Baru tidak punya pilihan lain selain menyerah pada tuntutan reformasi. Keberanian dan pengorbanan para aktivis reformasi ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong terjadinya era reformasi di Indonesia.
Advertisement
Pengaruh Demokratisasi Global
Penyebab utama terjadinya era reformasi juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh gelombang demokratisasi yang terjadi di berbagai belahan dunia. Beberapa peristiwa internasional yang turut mempengaruhi gerakan reformasi di Indonesia antara lain:
- Runtuhnya rezim komunis di Eropa Timur pada akhir 1980-an
- Berakhirnya Perang Dingin yang mengubah konstelasi politik global
- Gerakan pro-demokrasi di berbagai negara Asia seperti Filipina, Korea Selatan dan Thailand
- Meningkatnya tekanan internasional terhadap negara-negara otoriter untuk melakukan demokratisasi
- Perkembangan teknologi informasi yang memudahkan penyebaran ide-ide demokrasi
Gelombang demokratisasi global ini memberikan inspirasi dan semangat bagi gerakan reformasi di Indonesia. Masyarakat mulai menyadari bahwa perubahan rezim otoriter menjadi demokratis bukanlah hal yang mustahil. Pengalaman negara-negara lain dalam melakukan transisi demokrasi menjadi pelajaran berharga bagi aktivis pro-demokrasi di Indonesia.
Tekanan internasional juga turut berperan dalam mendorong terjadinya reformasi. Lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia mulai mengaitkan bantuan ekonomi dengan pelaksanaan reformasi politik. Hal ini semakin memperkuat posisi gerakan reformasi dalam menekan pemerintah Orde Baru untuk melakukan perubahan.
Dampak Era Reformasi bagi Indonesia
Era reformasi yang terjadi pada tahun 1998 membawa dampak besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Beberapa dampak penting dari era reformasi antara lain:
- Berakhirnya kekuasaan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun
- Terjadinya demokratisasi di berbagai bidang kehidupan
- Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat yang lebih terbuka
- Penguatan peran masyarakat sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
- Desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah
- Reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan militer
- Munculnya partai-partai politik baru
- Pemilu yang lebih demokratis dan berintegritas
Namun demikian, era reformasi juga membawa sejumlah tantangan baru bagi Indonesia. Euphoria kebebasan yang berlebihan terkadang menimbulkan ekses negatif seperti konflik horizontal di masyarakat. Proses transisi demokrasi juga tidak selalu berjalan mulus dan masih menyisakan berbagai persoalan hingga saat ini.
Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, era reformasi telah membuka jalan bagi Indonesia untuk menjadi negara yang lebih demokratis. Perjuangan untuk mewujudkan cita-cita reformasi masih terus berlanjut hingga saat ini. Diperlukan komitmen dari seluruh elemen bangsa untuk terus mengawal dan menyempurnakan proses reformasi demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik.
Advertisement
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama terjadinya era reformasi di Indonesia adalah akumulasi dari berbagai persoalan yang terjadi selama pemerintahan Orde Baru. Krisis moneter menjadi pemicu utama yang membongkar berbagai kelemahan sistem politik dan ekonomi yang selama ini tertutupi. Praktik KKN yang mengakar, pelanggaran HAM yang sistematis, sistem politik yang otoriter, serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadi faktor-faktor pendorong terjadinya reformasi.
Peran aktif mahasiswa dan gerakan pro-demokrasi, serta pengaruh demokratisasi global turut mempercepat proses terjadinya perubahan. Era reformasi membawa dampak besar bagi Indonesia dengan terjadinya demokratisasi di berbagai bidang kehidupan. Meski masih menyisakan berbagai tantangan, reformasi telah membuka jalan bagi Indonesia untuk menjadi negara yang lebih demokratis. Perjuangan untuk mewujudkan cita-cita reformasi harus terus dilanjutkan demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik di masa depan.
