KPK Tetapkan Direktur LPEI Jadi Tersangka Kasus Korupsi soal Pemberian Fasilitas Kredit

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) berinsial DW sebagai tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit kepada 11 debitur.

oleh Tim News Diperbarui 03 Mar 2025, 18:00 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2025, 18:00 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) berinsial DW sebagai tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit kepada 11 debitur.

Tak hanya itu, lembaga antirasuah tersebut juga menetapkan empat orang lainnya diantaranya, AS selaku direktur LPEI serta tiga debitur dengan inisial JM, NN dan SMD.

"Di mana pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur ini, berpotensi mengakibatkan kerugian negara dengan total mencapai Rp 11,7 triliun," kata Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo saat konferensi pers, di Jakarta, Senin (3/3/2025).

Direktur LPEI diduga melakukan kongkalingkong dengan PT PE dalam proses pemberian kredit dimana penggunaannya tidak sesuai dengan standar.

Pencairan kredit itu juga dipaksakan oleh LPEI yang padahal PT PE masuk dalam ketegori tidak layak menerima pencairan.

"PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya," beber Sukmo.

Namun demikian, KPK belum melakukan penahanan kepada kelima tersangka dengan alasan masih melengkapi barang bukti.

"Saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap para Tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini," tutup Sukmo.

 

 

 

Polri Cari Pihak yang Bertanggungjawab dalam Kasus Korupsi LPEI

Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) mengusut kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) periode 2012-2016. Menurut Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo, saat ini pihaknya sedang mencari alat bukti yang cukup untuk menetapkan pihak yang layak dimintai pertanggungjawaban.

"Kalau dilihat dari hasilnya sementara ini kan kita kuat, bahwa ini ada korupsinya, cuma kita juga mencari siapa yang bisa dimintai pertanggungjawaban atas perkara yang kita tangani itu," kata Cahyono, Jumat (14/2/2025).

Cahyono menyatakan, usai gelar perkara pekan lalu maka terungkap tindak pidana terjadi bukan hanya korupsi, melainkan juga tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia pun memastikan, kedua unsur pidana tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.

"Nah ini terkait dengan pemberian fasilitas pembiayaannya terhadap PT Maxima Inti Finance (PT MIF). Nah itu. Jadi kerugiannya sekitar Rp 600-an miliar sekian, karena hitungannya 43 juta USD," ungkapnya.

Cahyono memastikan, saat ini penyidik tengah melakukan pendalaman. Salah satunya, berkoordinasi dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Nanti kita lihat juga, akan kita update perkembangan kasusnya, penangannya sampai sejauh mana," dia menandasi.

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya