Ketika BGN Senggol PSSI Sulit Menang karena Gizinya Tak Bagus

Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa gizi buruk sejak dini menjadi salah satu penyebab kesulitan PSSI dalam meraih kemenangan.

oleh Muhammad Ali Diperbarui 23 Mar 2025, 09:56 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2025, 09:49 WIB
Dadan Hindayana
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana jawab kritik soal MBG, di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Sabtu (22/3/2025). (Arief/Liputan6.com) ... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyoroti hubungan erat antara kualitas gizi pemain sepak bola Indonesia dengan performa mereka di lapangan. Menurutnya, stamina yang buruk bisa menjadi alasan mengapa Timnas Indonesia kesulitan bersaing.

"Jangan heran kalau PSSI sulit menang karena main 90 menit berat. Kenapa? Karena gizinya tidak bagus dan banyak pemain bola lahir dari kampung," ujar Dadan dalam sebuah acara di Pendopo Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Sabtu.

Namun, ia mengakui bahwa kondisi ini sedikit membaik berkat pemain naturalisasi. Dari 17 pemain naturalisasi di Timnas, mereka mendapatkan asupan gizi lebih baik sejak kecil di negara asalnya, seperti Belanda.

Menurut Dadan, olahraga tidak hanya soal latihan, tetapi juga soal kecerdasan membaca permainan lawan, yang salah satunya dipengaruhi oleh nutrisi yang baik sejak dini. Untuk itu, BGN mendorong program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar bayi, balita, serta anak sekolah mendapatkan gizi optimal demi mencetak generasi unggul di masa depan.

 

Promosi 1

Gizi Buruk dan Ancaman Ledakan Penduduk

Selain masalah gizi atlet, Dadan juga menyoroti lonjakan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa dan diperkirakan bertambah menjadi 324 juta pada 2045. Salah satu sumber utama pertumbuhan ini berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin.

"Kalau kita tidak intervensi dengan program Makan Bergizi Gratis, 60 persen dari kelompok ini tidak pernah melihat menu dengan gizi seimbang. Bagi mereka, makan nasi dengan bala-bala, bihun, dan kecap sudah cukup. Bahkan, banyak anak-anak mereka tak pernah minum susu bukan karena tidak mau, tapi karena tidak mampu," tegas Dadan yang dikutip dari Antara.

Sebaliknya, pertumbuhan penduduk di kalangan menengah dan atas justru rendah. Data menunjukkan bahwa 84 persen keluarga kelas atas hanya memiliki satu anak, sementara 88 persen keluarga kelas menengah juga memilih untuk memiliki anak tunggal.

Dadan menegaskan bahwa tanpa intervensi serius, masalah gizi dan ledakan penduduk bisa menjadi ancaman besar bagi masa depan Indonesia. "Kalau kita ingin generasi yang sehat, cerdas, dan produktif, maka perbaikan gizi harus dimulai dari sekarang," pungkasnya.

Masalah Keluarga Miskin dan Gizi Seimbang

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah tingginya angka keluarga miskin dan rentan miskin. Dadan menjelaskan, dari 100 keluarga miskin, 78 di antaranya memiliki tiga anak, sementara 12 lainnya memiliki dua anak. Jika digabungkan dengan keluarga rentan miskin, situasinya menjadi lebih memprihatinkan.

“Di situ sumber pertumbuhan penduduk Indonesia dari dulu, sampai sekarang, dan yang akan datang. Jadi Pak Presiden gelisah, kalau kita tidak intervensi dengan program Makan Bergizi Gratis, ini kelompok ini 60 persen tidak pernah melihat menu dengan gizi seimbang,” ungkap Dadan.

Infografis

Infografis Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Diubah Jadi Makan Bergizi Gratis. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Diubah Jadi Makan Bergizi Gratis. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya