Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memulai proses penyelidikan kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) para debitur Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI). Penyelidikan itu untuk memastikan terkait kewajiban para debitur yang harus diselesaikan.
"KPK sedang melakukan penyelidikan terhadap kewajiban yang menerima SKL (Surat Keterangan Lunas)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Johan menjelaskan, dalam hal ini KPK akan segera memanggil beberapa pihak guna memproses penyidikan terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi terhadap pemberian SKL itu.
"Yang mau diselidiki apakah dalam konteks SKL ini ada tindak pidana korupsi atau tidak. Saya kira ada beberapa pihak yang akan segera kita panggil," imbuh Johan.
Ia menambahkan, KPK sedang menyelidiki apakah kewajiban para debitur BLBI sudah tuntas dan melihat ada kemungkinan beberapa debitur yang belum menyelesaikan kewajiban, tetapi telah menerima SKL. KPK juga sudah memanggil Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.
Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut adalah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Kejaksaan Agung saat dipimpin MA Rachman menerbitkan SP3 terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana tersebut kurang jelas. (Adi/Ali)
"KPK sedang melakukan penyelidikan terhadap kewajiban yang menerima SKL (Surat Keterangan Lunas)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Johan menjelaskan, dalam hal ini KPK akan segera memanggil beberapa pihak guna memproses penyidikan terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi terhadap pemberian SKL itu.
"Yang mau diselidiki apakah dalam konteks SKL ini ada tindak pidana korupsi atau tidak. Saya kira ada beberapa pihak yang akan segera kita panggil," imbuh Johan.
Ia menambahkan, KPK sedang menyelidiki apakah kewajiban para debitur BLBI sudah tuntas dan melihat ada kemungkinan beberapa debitur yang belum menyelesaikan kewajiban, tetapi telah menerima SKL. KPK juga sudah memanggil Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.
Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut adalah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Kejaksaan Agung saat dipimpin MA Rachman menerbitkan SP3 terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana tersebut kurang jelas. (Adi/Ali)