Kekerasan terhadap jurnalis kerap terjadi setiap tahun. Dewan Pers menilai, hal itu disebabkan karena lemahnya penegakan hukum dari para aparat terkait.
Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengaku belum lama ini telah meminta Mahkamah Agung (MA) menindak tegas pelaku kekerasan terhadap pers atau jurnalis dengan memberikan hukuman berat.
"Sekitar 5 hari lalu kami ada pertemuan dengan MA, beberapa isu yang dimunculkan di luar isu korupsi, di antaranya kekerasan pers, kekerasan seksual, dan kekerasan anak-anak. Kami minta pimpinan MA untuk dapat mendorong pada hakim untuk memberi sanksi hukum diperberat," ujar Bagir di Jakarta, Rabu (26/6/2013).
Ia menyadari, pemberian sanksi terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis memang belum tentu membuat pelaku jera. Namun, minimal diharapkan dapat memberi terapi kepada para pelaku sehingga dapat mengurangi tindak kekerasan terhadap pers.
"Memang belum tentu pelaku itu jera. Tapi itu bisa menjadi terapi, sanksi hukum merupakan satu jalan. Tentu ke berbagai pihak penegak lain untuk sungguh-sungguh menegakkan kekerasan," kata Bagir.
Untuk itu, lanjutnya, Dewan Pers telah membentuk kelompok atau tim untuk menangani kekerasan terhadap jurnalis yang sampai saat ini masih berjalan. "Kita punya kelompok kerja untuk menangani kekerasan pers dan sudah berjalan. Dan kita minta kepada penegak hukum agar kejadian seperti ini tak terjadi," ungkap Bagir.
Kekerasan terhadap pers baru-baru ini menimpa Anton, jurnalis Trans7 di Jambi, yang mengalami luka di bawah matanya. Anton terkena tabung peluru gas air mata saat meliput aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM di gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin 17 Juni lalu. (Mut/Sss)
Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengaku belum lama ini telah meminta Mahkamah Agung (MA) menindak tegas pelaku kekerasan terhadap pers atau jurnalis dengan memberikan hukuman berat.
"Sekitar 5 hari lalu kami ada pertemuan dengan MA, beberapa isu yang dimunculkan di luar isu korupsi, di antaranya kekerasan pers, kekerasan seksual, dan kekerasan anak-anak. Kami minta pimpinan MA untuk dapat mendorong pada hakim untuk memberi sanksi hukum diperberat," ujar Bagir di Jakarta, Rabu (26/6/2013).
Ia menyadari, pemberian sanksi terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis memang belum tentu membuat pelaku jera. Namun, minimal diharapkan dapat memberi terapi kepada para pelaku sehingga dapat mengurangi tindak kekerasan terhadap pers.
"Memang belum tentu pelaku itu jera. Tapi itu bisa menjadi terapi, sanksi hukum merupakan satu jalan. Tentu ke berbagai pihak penegak lain untuk sungguh-sungguh menegakkan kekerasan," kata Bagir.
Untuk itu, lanjutnya, Dewan Pers telah membentuk kelompok atau tim untuk menangani kekerasan terhadap jurnalis yang sampai saat ini masih berjalan. "Kita punya kelompok kerja untuk menangani kekerasan pers dan sudah berjalan. Dan kita minta kepada penegak hukum agar kejadian seperti ini tak terjadi," ungkap Bagir.
Kekerasan terhadap pers baru-baru ini menimpa Anton, jurnalis Trans7 di Jambi, yang mengalami luka di bawah matanya. Anton terkena tabung peluru gas air mata saat meliput aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM di gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin 17 Juni lalu. (Mut/Sss)