[VIDEO] Ustaz Abo, Pejuang Pendidikan Gratis dari Sukabumi

Dengan bermodalkan tekad ingin berbagi Ilmu, Ustaz Abo rela menjual tanah dan kebunnya untuk mendirikan madrasah bagi warga desa Titisan.

oleh Liputan6 diperbarui 22 Sep 2013, 13:01 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2013, 13:01 WIB
ustad-abo-130922b.jpg
Puluhan tahun lalu, pendidikan tak dirasakan warga di Desa Titisan, Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat, hingga seorang petani menjual tanahnya demi membangun sebuah madrasah untuk mencerdaskan warga desanya secara gratis. Dengan bermodalkan tekad ia pun rela menjual tanah dan kebunnya untuk mendirikan madrasah.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (22/9/2013), suasana asri pagi hari di Desa Titisan, Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat, masih terasa segar. Ustaz Abo yang juga bekerja sebagai petani tampak sibuk menanam padi di sawah , lazimnya warga desa lainnya.

Selain petani, sejumlah warga kebanyakan bekerja sebagai penambang pasir atau buruh pabrik di kota. Di desa ini, pembangunan berjalan lambat. 50 Tahun lalu, pendidikan untuk anak-anak adalah barang langka.

Tahun 1955 silam, seorang anak muda datang ke desa ini, Aos Gusol al-Adom. Pria yang kala itu telah mengantongi ijazah tsanawiyah, pendidikan setingkat SMP, Aos Gusol yang kemudian akrab dipanggil Ustad Abo, bertekad melaksanakan amanat gurunya untuk selalu berbagi ilmu.

Ia dibantu warga setempat mendirikan sekolah di tengah sawah dengan kondisi seadanya. Tahun 1958, Ustad Abo mendirikan Madrasah Diniyah Al-Islamiyah yang selanjutnya berkembang menjadi Madrasah Al-Wiqooriyyah.

"Dulu tidak ada yang mendidik di rumah paling sama ibunya saja. Dengan adanya Madrasah Al-Wiqooriyyah. Kita sangat terbantu," kata warga Kokom.

"Dulu tidak ada sekolah agama. Terus saya diminta sama warga barangkali mendidik dan mengajar agama," kenang Ustaz Abo.

Akhirnya, Abo menikah dengan warga setempat, Cicih Purnama. Tak lama kemudian, Ustaz Abo nekat menjual sawah dan kebunnya demi bisa membangun madrasah lebih mapan yang diberi nama Al-Wiqooriyyah. Anak-anak setempat bisa belajar sepenuhnya gratis.

Namun, perjalanan Ustad Abo tidaklah mudah. Tahun 1970, madrasahnya ditutup karena Abo dituduh terlibat partai terlarang. Berkat dukungan warga barulah madrasahnya dibuka kembali sekitar 1980 atau 10 tahun kemudian.

"Sumbangan swadaya masyarakat. Makanya dulu nggak dibebankan bayaran sama sekali," tukas Abu.

Karena keterbatasan dana, kondisi madrasah al Wiqooriyah tidak prima. Bertambahnya jumlah murid, membuat para santri harus belajar di ruangan dan berdesakan tanpa sekat. Pengajar di madrasah Ustaz Abo adalah para sukarelawan. Termasuk sejumlah anak Ustaz Abo yang sehari-hari berprofesi petani.

"Dulu kita pernah mengajukan bantuan ke sana kemari tapi sampai saat ini belum ada tang cair," jelas Nasrudin Buchori yang menjadi guru relawan.

Demi perbaikan mutu pendidikan, tahun 2010 barulah Ustaz Abo menetapkan ada biaya untuk bersekolah. Besarnya Rp 7.500 sebulan, dana itu untuk membayar guru yang lebih profesional.

Memasuki usia 80 tahun, Ustaz Abo tetap menatap masa depan untuk anak-anak di desanya. Ia berharapa anak didiknya bisa hidup mandiri. (Adi/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya