Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) telah diterbitkan Presiden SBY. Namun, Perppu tersebut kini masuk loket pendaftaran uji materi di Gedung MK.
Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi (FPK) resmi mengajukan gugatan terhadap Perppu itu. Alasannya, Perppu diterbitkan lantaran tidak ada ikhwal keadaan genting dan memaksa.
"Sebagai perorangan warga negara selaku pembayar pajak bersama kawan-kawan advokat lainnya yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi akan mendaftarkan judicial reciew Perppu MK," kata salah satu anggota FPK, Robikin Emhas saat mendaftarkan uji materi di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Robikin menjelaskan, MK sudah mengeluarkan putusan terhadap perkara nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 terkait uji materi Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusannya, MK menentukan 3 syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai 'kegentingan yang memaksa'.
Ketiga syarat tersebut, lanjut Robikin, yakni adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
"Dan terakhir, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," jelasnya.
"Pertanyaannya kemudian, apakah setelah penangkapan Akil Mochtar oleh KPK telah mengakibatkan terjadinya 'kegentingan yang memaksa' sehingga untuk mengatasi dan menyelesaikan keadaan tersebut perlu dibuat Perppu?" heran Robikin.
Menurutnya, bila Perppu hanya dimaksudkan untuk mengatur mengenai syarat dan mekanisme pemilihan dan pengawasan hakim konstitusi, maka hal itu sama sekali tidak memenuhi kebutuhan hukum dapat dilahirkannya Perppu berupa 'kegentingan yang memaksa' itu. "Hemat saya, revisi saja UU MK yang ada," ucap Robikin. (Mut/Ism)
Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi (FPK) resmi mengajukan gugatan terhadap Perppu itu. Alasannya, Perppu diterbitkan lantaran tidak ada ikhwal keadaan genting dan memaksa.
"Sebagai perorangan warga negara selaku pembayar pajak bersama kawan-kawan advokat lainnya yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi akan mendaftarkan judicial reciew Perppu MK," kata salah satu anggota FPK, Robikin Emhas saat mendaftarkan uji materi di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Robikin menjelaskan, MK sudah mengeluarkan putusan terhadap perkara nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 terkait uji materi Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusannya, MK menentukan 3 syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai 'kegentingan yang memaksa'.
Ketiga syarat tersebut, lanjut Robikin, yakni adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
"Dan terakhir, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," jelasnya.
"Pertanyaannya kemudian, apakah setelah penangkapan Akil Mochtar oleh KPK telah mengakibatkan terjadinya 'kegentingan yang memaksa' sehingga untuk mengatasi dan menyelesaikan keadaan tersebut perlu dibuat Perppu?" heran Robikin.
Menurutnya, bila Perppu hanya dimaksudkan untuk mengatur mengenai syarat dan mekanisme pemilihan dan pengawasan hakim konstitusi, maka hal itu sama sekali tidak memenuhi kebutuhan hukum dapat dilahirkannya Perppu berupa 'kegentingan yang memaksa' itu. "Hemat saya, revisi saja UU MK yang ada," ucap Robikin. (Mut/Ism)