[VIDEO] Kisah Ubes, Tuna Netra yang Ogah Jadi Pengemis

Meski memiliki keterbatasan fisik, Ubes tidak mau mengambil jalan pintas seperti Walang dan pengemis-pengemis lain, hanya meminta uang.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Des 2013, 05:04 WIB
Diterbitkan 07 Des 2013, 05:04 WIB
orangmalam-131206d.jpg
Mengemis tentu bukanlah pilihan terakhir dan cara yang terpuji untuk mencari uang. Masih banyak pekerjaan di luar sana yang bisa dilakukan. Meski memiliki keterbatasan fisik, seorang penyandang tuna netra tetap melakoni pekerjaanya berkeliling memikul dagangan setiap malam untuk menghidupi keluarganya. Bagaimana k0isahnya? Inilah kisah Ubes.

Dalam tayangan Liputan 6 Malam SCTV, Jumat, (6/12/2013), masih segar di ingatan, Walang sang pengemis yang sepak terjangnya harus berakhir di Panti Sosial Bina Insan Bangun Jaya, Cipayung, Jakarta Timur. Sang pengemis kaya yang beraksi di Ibu Kota ini memang bukan pengemis biasa. Saat ditangkap dalam razia pengemis di dalam tasnya terdapat uang tunai Rp 25 juta. Uang itu hasil dari hanya menengadahkan tangan selama 2 minggu alias tidak bekerja apapun. Ia hanya mengharap iba warga Jakarta yang melihatnya.

Padahal di kampungnya, Desa Pasirbungur, Subang, Jawa Barat, Walang bukan tergolong miskin. Ia punya rumah dan kandang untuk beberapa ekor sapi. Ia mengaku penghasilan sebagai pengemis juga besar sehingga tidak berminat untuk mencari pekerjaan lain.

Jika Walang yang punya fisik nyaris sempurna hanya meminta-minta untuk mendapat uang, lain halnya dengan Ubes. Pria 65 tahun yang tinggal di Kampung Parung Aleng, Bogor, Jawa Barat ini, kedua matanya tidak bisa melihat sejak belasan tahun lalu.

Meski memiliki keterbatasan fisik, ia tidak mau mengambil jalan pintas seperti Walang dan pengemis-pengemis lain, hanya meminta dan mengharap iba untuk bertahan hidup.

Selepas shalat maghrib, ia bersiap menjemput rezeki, memikul dagangan di pundaknya. Dituntun sang istri yang setia menemani, ia tiap malam berkeliling mencari nafkah dengan menjajakan pisang.

Malam hari tentu lebih beresiko bagi Ubes dan istrinya untuk berdagang. Tapi ia punya alasan sendiri. Tanpa mengeluh, ia lakoni usahanya untuk menyambung hidup. Sesampainya di kota, satu yang tidak pernah ia lupa sebelum memulai berdagang, panjatkan doa agar mendapat rejeki.

Ia pun mantap melangkahkan kaki bersama sang istri, menjajakan dagangannya. Memikul pisang, berjalan berkilo-kilo meter tiap malam tanpa bisa melihat, Ubes berharap ada penghuni rumah yang membeli. Tidak hanya berdagang, Ubes juga kerap mendoakan pembelinya, berharap kebaikan juga didapat oleh orang yang membeli dagangannya.

Ikhlas menerima kekurangan, berusaha, dan pasrah pada yang mahakuasa, ia yakini akan membawa berkah. Itulah yang Ubes jalani bahkan hingga larut malam, berkeliling tak kenal lelah bersama sang istri, untuk menghidupi keluarganya. (Alv/Mut)

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya