Anggota Komisi IX Poempida Hidayatulloh kembali menyerang Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti Yusuf. Ia menyebut Nova terlalu reaktif atas kabar pemboikotan dalam rapat pembahasan RUU Kesehatan Jiwa.
"Saya heran, saudari Nova sangat reaktif menyampaikan hal ini, ini kan tujuannya untuk kebaikan bersama. Pimpinan sifatnya koordinatif saja, lembaga ini bukan organisasi, yang sifatnya pimpinan memutuskan, tapi bersama memutuskan," ujar Poempida di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Politisi Golkar itu mempermasalahkan keputusan bersama yang sudah diketuk terkait dana optimalisasi dan aspirasi daerah yang tak kunjung ditandatangani. Mendengar Nova melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum membubuhkan tanda tangan, dinilai Poempida menyalahi prosedur.
"Prosedur penganggaran, DPR menunggu BPKP itu nggak ada. Aneh, persetujuan itu, berarti BPKP bagian Komisi IX. Itu kan hak konstitusi kita. Secara konstitusi, tidak harus ada persetujuan BPKP. Prinsipnya, akal sehat, transparansi, kalau BPKP kepentingannya kementerian," paparnya.
Apabila menunggu hasil audit BPKP, menurut Poempida, Komisi IX telah keluar dari wilayah legislatif dan sudah masuk dalam ranah eksekutif. "Jangan pakai alasan pintar, tapi jauh dari kecerdasan," sentilnya.
Poempida pun menyarankan agar ada pembahasan lagi bila Nova takut adanya permainan dalam pengesahan dana tersebut. Ia menilai tak menutup kemungkinan bisa dilakukan revisi.
"Buka dong secara floor di rapat internal, bicarakan dengan kita. Kalau dia mencurigai ada hal-hal seperti itu. Tunjukkan di mana, nanti kita bisa melakukan revisi dan RDP lagi dengan menteri," jelas Poempida.
Perseteruan ini berawal dari kabar soal boikot yang dilemparkan oleh Poempida, Selasa 11 Februari lalu. Saat itu hanya ada 2 pimpinan dan 3 anggota yang ikut rapat membahas RUU Kesehatan Jiwa. (Mut)
"Saya heran, saudari Nova sangat reaktif menyampaikan hal ini, ini kan tujuannya untuk kebaikan bersama. Pimpinan sifatnya koordinatif saja, lembaga ini bukan organisasi, yang sifatnya pimpinan memutuskan, tapi bersama memutuskan," ujar Poempida di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Politisi Golkar itu mempermasalahkan keputusan bersama yang sudah diketuk terkait dana optimalisasi dan aspirasi daerah yang tak kunjung ditandatangani. Mendengar Nova melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum membubuhkan tanda tangan, dinilai Poempida menyalahi prosedur.
"Prosedur penganggaran, DPR menunggu BPKP itu nggak ada. Aneh, persetujuan itu, berarti BPKP bagian Komisi IX. Itu kan hak konstitusi kita. Secara konstitusi, tidak harus ada persetujuan BPKP. Prinsipnya, akal sehat, transparansi, kalau BPKP kepentingannya kementerian," paparnya.
Apabila menunggu hasil audit BPKP, menurut Poempida, Komisi IX telah keluar dari wilayah legislatif dan sudah masuk dalam ranah eksekutif. "Jangan pakai alasan pintar, tapi jauh dari kecerdasan," sentilnya.
Poempida pun menyarankan agar ada pembahasan lagi bila Nova takut adanya permainan dalam pengesahan dana tersebut. Ia menilai tak menutup kemungkinan bisa dilakukan revisi.
"Buka dong secara floor di rapat internal, bicarakan dengan kita. Kalau dia mencurigai ada hal-hal seperti itu. Tunjukkan di mana, nanti kita bisa melakukan revisi dan RDP lagi dengan menteri," jelas Poempida.
Perseteruan ini berawal dari kabar soal boikot yang dilemparkan oleh Poempida, Selasa 11 Februari lalu. Saat itu hanya ada 2 pimpinan dan 3 anggota yang ikut rapat membahas RUU Kesehatan Jiwa. (Mut)
Baca juga:
Politisi Cantik Demokrat Pimpinan Komisi IX Diboikot Anggota
Rapat Komisi IX Diboikot, Noriyu Demokrat: Hati-hati Mulut Kalian
Diboikot Anggota Komisi IX, Rapat RUU Kesehatan Jiwa Sepi