Liputan6.com, Jakarta PT Pupuk Kaltim (Persero) akan menggenjot produksi dengan menjalankan penugasan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Fakfak, Papua Barat, untuk merespons peluang pasar global sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional.
Peningkatan inflasi global pada 2022 telah menyebabkan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Kondisi tersebut juga berdampak pada industri pupuk dunia dan domestik. Meskipun terjadi kenaikan harga urea secara global pada awal tahun 2022, pada kuartal ketiga harga pupuk turun sebesar 20 persen setelah mencapai rekor tertinggi pada April 2022. Fakta ini pun disadari penuh oleh PKT sebagai pelaku industri petrokimia terdepan. Di tengah situasi ekonomi global yang bergejolak itu, PKT tetap melihat peluang positif.
Baca Juga
Menurut International Fertilizer Association (IFA), pangsa pasar pupuk global diperkirakan mengalami kenaikan pada 2023. Pupuk berbasis nitrogen diperkirakan akan tumbuh 2,2 persen, 4,4 persen untuk pupuk berbasis fosfat, dan 4,2 persen untuk pupuk berbasis potash. Konflik antara Rusia dan Ukraina yang mendisrupsi pasar pupuk global pada saat yang bersamaan menciptakan peluang tambahan bagi PKT untuk berekspansi ke pasar global.
Advertisement
Imbas perang Rusia-Ukraina terhadap pasar ammonia dan pupuk berbasis gas alam masih akan terus berlanjut di tahun ini. Tren permintaan pupuk berbasis nitrogen paling besar dari wilayah Amerika Latin, Asia Selatan, dan Afrika, sedangkan permintaan pupuk basis fosfat dari wilayah Amerika Latin dan Asia Selatan, serta pupuk potash dari wilayah Amerika Latin, Asia Selatan dan Asia Timur. PKT membidik negara-negara yang kena imbas perang ini, sebagai pasar ekspor baru, seperti India dan negara-negara Eropa, dengan tetap mempertahankan pasar ekspor lainnya yang sudah berjalan seperti negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur. Selain kedua benua itu, PKT juga memperluas pasar ke Australia, Meksiko, Amerika Serikat, dan Amerika Selatan.
Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi mengatakan, “Kami berada pada momentum terbaik untuk terus tumbuh. Peluang di pasar global dan kepercayaan pemerintah kepada kami untuk menjalankan proyek strategis nasional akan menjadi batu pijakan kami untuk terus berinovasi, beradaptasi, dan meningkatkan kinerja. Kami akan menggenjot produksi untuk merespons pasar global dan mendukung ketahanan pangan nasional.”
Modal berharga PKT untuk mengerjakan agenda besar tersebut, lanjut Rahmad, adalah kinerja PKT yang membanggakan. Per kuartal IV 2022, pabrik pupuk yang berpusat di Bontang, Kalimantan Timur ini mencetak laba Rp 14,59 triliun, naik 137 persen dari tahun lalu. Kualitas manusia prima dan teknologi produksi yang mumpuni adalah faktor kesuksesan PKT di tengah di tengah kenaikan harga pupuk urea global yang mencapai puncaknya pada April 2022 lalu.
Pada 2023, PKT bertekad menggenjot produksinya untuk mencapai target 2,768 juta ton amoniak, 3,399 juta ton urea, dan 250 ribu ton NPK. Jumlah produksi tersebut bertujuan memenuhi sebesar kurang lebih 3,4 juta ton atau sekitar 63 persen dari kebutuhan pupuk urea nasional. Jika tercapai, besaran produksi tersebut akan menempatkan PKT pada posisi posisi keempat produsen urea terbesar di kawasan Asia Pasifik.
Rencana PKT untuk tahun ini berbasis pada prinsip growth strategy yang terdiri dari atas aspek operational and supply chain excellence, diversification excellence, dan geographical expansion excellence. Inti dari penerapan growth strategy tersebut adalah penurunan biaya produksi dan pada saat yang bersamaan mampu meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi dan mendistribusikannya dengan cermat. Proses ini didukung digitalisasi lini produksi dan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Dengan bekal sistem yang unggul ini, PKT menyasar untuk memenuhi sekitar 6 persen dari pangsa pasar urea, sekitar 20 persen untuk amoniak, dan sekitar 2 persen untuk NPK di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2030.
Dalam praktik usahanya, PKT menjunjung tinggi prinsip-prinsip ESG (Environment, Social, Governance). Dalam implementasi ESG ini PKT menargetkan dekarbonisasi sebesar 32,50 persen pada 2030 sebagai bagian dari upaya bersama pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Net Zero Emission 2060.
“PKT mendapat mandat dari pemerintah untuk melaksanakan Proyek Strategis Nasional berupa pembangunan pabrik urea baru di Fakfak, Papua Barat, dengan kapasitas 1,15 juta ton urea dan 825.000 ton amoniak. Jika nanti telah beroperasi, PKT yang tadinya ada di posisi ke-6 di Asia Pasifik, akan bisa menduduki posisi ke-4. Pembangunan pabrik ini juga akan memenuhi tren peningkatan kebutuhan pupuk, mendukung ketahanan pangan, dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi dan masyarakat, khususnya di Indonesia Timur,” papar Rahmad yang juga mengungkapkan bahwa PKT masih terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk kelancaran dimulainya pembangunan pabrik di Fakfak, Papua Barat.
Sebagai tambahan dari rencana strategis tersebut, PKT juga melakukan pengembangan bisnis di sektor hilirisasi petrokimia dan energi terbarukan. Hilirisasi tersebut mencakup pengembangan produksi amonium nitrat yang diperkirakan dapat memenuhi sekitar 0,8 persen dari permintaan global serta produksi soda ash yang ditargetkan dapat menjadi substitusi impor hingga 30 persen dari kebutuhan nasional. Untuk menghadapi kemungkinan pertumbuhan pasar kedepannya, PKT juga turut mempertimbangkan aspek pengembangan skala produksi dengan penerapan prinsip geographical excellence dalam pembangunan kompleks pabrik baru di Pulau Cendrawasih tersebut.