Liputan6.com, Jakarta - Seorang dokter bernama Ramani Durvasula mengakui telah merawat sekitar 50 orang narsistik dalam hidupnya. Hasilnya dikatakan mereka semua memiliki satu kesamaan.
“Kelima puluh orang tersebut adalah anak-anak yang sulit,” ujar dia melansir laman CNBC, Selasa (29/8/2023).
Baca Juga
Tawarkan Solusi Rumah Tangga Modern, Brand Elektronik Ini Resmikan Shop In Shop Pertama di Indonesia
Menghadapi Suami Cuek dan Sibuk? Ini 5 Tips Ampuh Menurut Islam yang Bisa Anda Coba
Gelar National Dealer Gathering, Produsen Alat Rumah Tangga Ini Siap Bangun Pabrik Kulkas dan Mesin Cuci di Indonesia pada 2025
Durvasula mengatakan ada dua gaya asuh yang membuat anak berkembang menjadi seorang narsistik. Anehnya kedua gaya tersebut saling bertolak belakang.
Advertisement
“Ada cara gaya keterikatan yang buruk, trauma, terabaikan, dan kemudian ada jalur anak yang terlalu memanjakan,” katanya.
Anak belajar dengan melihat
Jika seseorang tumbuh di rumah tangga dengan perasaan yang tidak pernah diakui, mereka belajar bahwa mengakui atau menghargai perasaan kepada orang lain tidak diperlukan.
Disisi lain, anak-anak yang dimanja atau diberi tahu bahwa semua yang mereka lakukan dan rasakan adalah sah, akan mengembangkan rasa harga diri yang berlebihan.
“Orang-orang memberi tahu anak mereka bahwa mereka adalah yang paling istimewa dan kamu pantas mendapatkan segalanya. Padahal, belum tentu kamu berhak mendapatkannya,” ujar Durvasula.
“Di era media sosial dengan anak-anak hanya dijadikan alat peraga, ketika orang menghabiskan 10.000 dolar untuk konser Taylor Swift, apa sih yang akan dikatakan anak-anak?”
Durvasula mengatakan, kedua lingkungan tersebut memperkuat keberadaan yang egois, yaitu ketika anak diajari bahwa apa yang terjadi dengan orang lain tidak sepenting dengan yang terjadi oleh mereka. Kedua hal tersebut menyebabkan keterampilan pengaturan dan emosi yang buruk.
Anak-anak dapat melakukan perilaku buruk
Anak-anak dapat melakukan perilaku buruk lebih mudah daripada orang dewasa. Jika kamu melihat anak kamu berkembang dengan sifat antagonis, kamu dapat membantu mengekang beberapa impuls tersebut, menurut ahli saraf Cody Isabel kepada CNBC.
Ia mengatakan, mulailah dengan menunjukkan regulasi emosi yang baik. Ketika salah menerima pesanan, misalnya, apakah kamu masih memperlakukan mereka dengan baik dan sabar, atau malah membentak mereka? Reaksi kamu lah yang akan mempengaruhi tindakan anak.
Mencerminkan emosi anak kamu juga dapat membantunya belajar mengatur diri sendiri.
“bercermin mengharuskan kamu untuk menemui anak dimanapun mereka berada dan membantu mengenal emosi mereka,” Kata Isabel. “Memvalidasi emosi berarti memberitahu mereka bahwa yang dirasakan oleh mereka adalah wajar.”
Hal ini dapat membantu mereka mengurangi rasa malu, takut, dan rasa tidak aman yang semuanya dapat mendorong perilaku narsistik. Jika anak anda marah, panggil saja dia. Jangan mempermalukan mereka. Tanyakan saja kepada mereka dengan tiga pertanyaan berikut:
“Apa yang telah terjadi?”
“Bagaimana perasaan kamu?”
“Menurut kamu, bagaimana reaksimu terhadap perasaan orang lain (atau orang-orang disekitar kamu)?”
“Daripada menerima disfungsi emosional mereka, kamu membantu mereka untuk melenturkan empati, kesadaran sosial, dan keterampilan dalam mengatur emosi mereka,” Katanya.
Advertisement