Liputan6.com, Naypyidaw - Jika ada yang diminta untuk berspekulasi mana jalanan paling sepi di dunia mungkin jawaban paling banyak adalah jalanan di Korea Utara. Sejumlah jurnalis asing pernah "menangkap" fenomena ini.
Dalam foto yang dapat dengan mudah diperoleh melalui mesin pencari, dapat terlihat bagaimana jalan raya lebar, yang harusnya bisa memuat lima sampai enam lajur, begitu sepi. Hanya ada satu-dua kendaraan yang melintas.
Namun tahukah Anda, di negara tetangga kita kondisi demikian juga ada? Ya, di Myanmar, ada pula jalanan sepi seperti di Korut, bahkan mungkin lebih sepi.
Advertisement
Baca Juga
Laman BBC Top Gear mengatakan bahwa kota ini adalah yang paling bebas macet di dunia. Jeremy Clarkson, presenter Top Gear kala itu, pernah melakukan drag race truk besar. Mereka juga bisa main bola di tengah jalan.
Nama kota itu adalah Naypyidaw. Ia punya jalan-jalan besar, bahkan ada yang kapasitasnya mencapai 20 jalur, dengan infrastruktur penerangan dan marka yang baik.
Jika Anda kurang familiar, Naypyidaw adalah Ibu Kota Myanmar, setelah Yangon tak lagi dijadikan pusat pemerintahan sejak 2005 lalu. Jadi, secara administratif statusnya sama seperti Jakarta, sebagai Ibu Kota Indonesia.
Dengan statusnya itu, Naypyidaw seharusnya penuh sesak oleh kegiatan ekonomi. Jalanan harusnya padat pada jam-jam kerja, bahkan kadang macet tak kenal waktu. Namun yang ada di jalanan ini sungguh kontras. Pertanyaannya, kenapa bisa begitu?
Ternyata, sebabnya adalah kota ini adalah kota yang "dipaksakan". Ia, tidak seperti Jakarta atau Surabaya yang sejak dulu memang merupakan pusat perdagangan. Naypyidaw adalah areal hutan belantara yang tidak dihuni selama lebih dari 2.000 tahun.
"Di sini tidak menarik. Sebagian besar orang tidak bahagia; mereka tinggal hanya karena bisa dapat uang, hanya karena bisa kerja di sini," ujar salah satu penduduk kepada The Guardian, dikutip Senin (10/4/2017).
Lantas, kenapa pemerintahan mendirikan Kota ini? Guardian menyebut setidaknya ada dua. Pertama, Junta Militer yang kala itu berkuasa semakin paranoid akan serangan dari arah laut, dan kedua mereka menghindari gerakan demokrasi yang pusatnya ada di kota.