Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan Peraturan presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang penyaluran bahan bakar minyak (BBM), PT Pertamina (Persero) mengembalikan penjualan premium untuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali).
Dengan payung hukum tersebut, jika sebelumnya premium sudah tidak wajib untuk didistribusikan di wilayah Jamali, kini sudah bisa kembali dinikmati. Bahkan, peraturan untuk mengembalikan premium ini menjadi kemunduran tersendiri.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Pengamat Publik, Agus Pambagio, sejatinya masyarakat Indonesia atau lebih tepatnya pemilik kendaraan, baik sepeda motor ataupun mobil sudah tidak membutuhkan premium, dan sudah beralih menggunakan bahan bakar jenis lain yang lebih tinggi.
"Menurut saya, ini kemunduran 20 tahun (premium ada lagi). Maaf ya, menurut riset saya secara acak, ojek saja tidak ada yang pakai premium. Waktu ditanya alasannya, pakai Pertalite tarikan kendaraan lebih enteng," jelas Agus di Jakarta beberapa waktu lalu.
Lanjutnya, peraturan terkait kembalinya premium dijual di masyarakat, merupakan sesuatu yang sia-sia. Artinya, bakal buang-buang tenaga dan waktu, untuk mengubah kembali SPBU yang sudah tidak menyediakan premium.
"Untuk mengubah itu kan perlu dana, (tangki) dikuras kembali, nozzle yang sudah ditaruh di mana. Kebijakan yang tidak perlu, karena tidak ada yang resah," jelasnya.
Selanjutnya
Sementara itu, jika premium sudah tidak dijual di masyarakat, bakal bertujuan untuk mencegah inflasi jika ada kenaikan harga BBM.
"kalau hanya Pertalite, Pertamax, dan sejenisnya, jika harga naik kan tidak ditentukan negara, dan tidak mempengaruhi harga lain. Percuma ini, kemunduran 20 tahun," pungkasnya.
Advertisement