Insentif Pajak untuk Mobil Listrik Impor CBU Berlaku Hingga 2025

Pembebasan pajak impor utuh alias completely built up (CBU) untuk mobil listrik, telah resmi disahkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 79 Tahun 2023

oleh Arief Aszhari diperbarui 18 Des 2023, 06:15 WIB
Diterbitkan 18 Des 2023, 06:15 WIB
Neta V
Neta V dilengkapi dengan fitur fast charging sehingga pengisian daya 30-80 persen hanya 30 menit. (ist)

Liputan6.com, Jakarta - Pembebasan pajak impor utuh alias completely built up (CBU) untuk mobil listrik, telah resmi disahkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 79 Tahun 2023. Beleid tersebut, merupakan revisi dari Perpres No 55 Tahun 2019, tentang Percepatan PRogram kendaraan Bermotor Listrik Berbasis baterai (KBLBB).

Dengan insentif pajak bagi mobil listrik CBU ini, diharapkan dapat mendongkrak kapasitas produksi kendaraan listrik di Indonesia, seiring dengan meningkatnya permintaan secara global.

"Jadi, kita ingin mendorong industri dalam negeri, nah untuk itu kita memberikan insentif fiskal," jelas Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, saat ditemui di Kota Kasablanca, Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, dalam Perpres terbaru, pemberian insentif pajak ini, dalam bentuk bea masuk 0% impor, PPnBM 0% dan pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB.

"Kebetulan, untuk teman-teman yang baru akan membuat pabrik di Indonesia, kita akan berikan waktu dua tahun sampai akhir 2025. Jadi, yang ingin berkomitmen ingin bikin pabrik di Indonesia, kita berikan keringanan selama dua tahun," tegasnya.

Sementara itu, untuk kuota impor kendaraan listrik yang diperbolehkan oleh pemerintah, sesuai dengan Perpres terbaru ini, adalah sesuai dengan komitmen suatu pabrikan untuk memproduksi jumlah yang sama seperti yang didatangkan sampai dengan 2027.

"Jadi, kalau mereka impor misalnya 1.000 unit sampai 2025, mereka harus produksi 1.000 unit juga 2027. Kalau kurang, mereka harus bayar dikenakan saksi sebesar insentif yang kita berikan. Jadi, tidak bisa main-main, pura-pura bikin doang tapi tidak bikin," tukas Rachmat.

Paket Insentif Tambahan

Dalam hal ini, Kemenko Marves juga menegaskan bahwa paket insentif tambahan juga akan mendukung percepatan adopsi EV dengan menghadirkan lebih banyak options atau pilihan variasi produk EV dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

“Ada dua hal yang kita perlu kita perhatikan opsi dan affordability. Saat ini opsi EV yang tersedia masih terbatas, dan belum dapat memenuhi permintaan pasar Indonesia,” jelas Deputi Rachmat. Dengan paket insentif tambahan, produsen dapat menghadirkan lebih banyak model EV dengan harga jual kompetitif dibanding mobil konvensional.

“Melihat tren permintaan EV global yang meningkat, industri otomotif tanah air perlu bergegas bertransformasi dan menangkap peluang tren global. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk menjadi pusat produksi dan rantai pasok kendaraan ramah lingkungan di Asia Tenggara,” imbuh Deputi Rachmat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya