Kebijakan Opsen PKB Dinilai Berpotensi Hambat Ekonomi Daerah, Industri Otomotif Bersuara

Kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB), yang diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) kembali menjadi perbincangan hangat

oleh Arief Aszhari Diperbarui 26 Apr 2025, 17:02 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2025, 17:02 WIB
GIIAS Semarang 2023 Resmi Dibuka Besok (Ist)
GIIAS Semarang 2023 Resmi Dibuka Besok (Ist)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB), yang diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) kembali menjadi perbincangan hangat.

Hal ini mencuat dalam diskusi publik bertajuk Kebijakan Opsen PKB dan Perekonomian Daerah, yang digelar Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Jumat (25/4/2025) di Hotel Horizon Ultimate, Semarang.

Diskusi ini menghadirkan berbagai pihak mulai dari akademisi, praktisi, pemerintah pusat dan daerah, hingga pelaku industri otomotif. Dalam kesempatan tersebut, berbagai pihak menyoroti dampak kebijakan opsen pajak yang mulai terasa di berbagai wilayah, terutama terhadap kondisi ekonomi daerah.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian RI, Mahardi Tunggul Wicaksono mengingatkan bahwa kebijakan pajak daerah harus dirancang secara hati-hati agar tidak memicu gangguan ekonomi.

"Jika kebijakan pajak ditetapkan secara tepat, maka akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sebaliknya, jika tidak hati-hati, justru bisa menghambat geliat ekonomi, termasuk sektor industri pendukungnya," ujarnya.

Kekhawatiran senada juga datang dari Direktur Eksekutif KPPOD, Herman N. Suparman, yang menyebut, sejak UU HKPD dan skema opsen diterapkan, sebanyak 28 provinsi mengalami kenaikan tarif PKB. Hal ini, menurutnya, berdampak pada konsumen dan pelaku industri otomotif.

"Kebijakan ini harus mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kemampuan fiskal daerah agar tidak melemahkan daya saing," katanya.

Tekanan Ekonomi yang Besar

Di Jawa Tengah, tarif opsen sebesar 1,05 persen telah ditetapkan. Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor Bapenda Provinsi Jawa Tengah, Danang Wicaksono menjelaskan bahwa penetapan tarif tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan stabilitas keuangan daerah dan melibatkan masukan publik.

"Kami juga memberikan insentif fiskal, misalnya pengurangan 70 persen PKB tahun pertama untuk kendaraan bermotor yang dimutasikan dari luar Jawa Tengah ke Jawa Tengah," ungkap Danang.

Namun, hasil kajian menunjukkan potensi tekanan ekonomi yang cukup besar. Bahkan, menurut Peneliti LPEM FEB UI, Riyanto menyebut bahwa implementasi opsen yang tidak cermat bisa berdampak signifikan.

"Di Jawa Tengah saja, kenaikan pajak kendaraan bermotor bisa mencapai 48 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan Thailand. Kami hitung, harga mobil baru bisa naik hingga 6,2 persen. Dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil bisa turun 9,3 persen," tegasnya.

Opsen dapat Menjadi Beban Tambahan

Selain itu, dalam diskusi ini juga menyerap aspirasi dari pelaku industri. Sejumlah pengusaha otomotif meminta relaksasi kebijakan opsen di Jawa Tengah, seperti yang telah dilakukan di beberapa provinsi lain, termasuk Jawa Barat.

Sekretaris I Gaikindo, Eddy Sumedi menyampaikan kekhawatiran bahwa opsen dapat menjadi beban tambahan yang berujung pada penurunan penjualan kendaraan.

"Kami khawatir opsen ini memengaruhi kinerja penjualan karena daya beli masyarakat juga sedang turun. Suku bunga bank pun belum turun. Harapannya, kebijakan ini bisa dievaluasi ulang agar tidak menjadi hambatan tambahan bagi industri," tutup Eddy.

 

infografis Mobil Kepresidenan
Mobil Kepresidenan di Indonesia... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya