5 Penyebab Kekalahan Ahok-Djarot Menurut Konsultan Anies-Sandiaga

Berbagai survei sebelum hari pemilihan menyatakan pemenang Pilkada DKI 2017 adalah Ahok-Djarot.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 22 Apr 2017, 14:19 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2017, 14:19 WIB
20170420-Ahok dan Anies Berjumpa di Balai Kota-Fanani
Gubernur DKI Basuki T Purnama atau Ahok dan Cagub DKI, Anies Baswedan melakukan jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (20/4). Pertemuan perdana mereka pasca pencoblosan kemarin hanya berlangsung sekitar 20 menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil real count KPU DKI Jakarta menunjukkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno mengungguli pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Padahal, hasil berbagai survei beberapa hari sebelum pemilihan menyatakan pemenang pilkada ini adalah Ahok-Djarot.

Lalu, apa sebenarnya penyebab pasangan Ahok-Djarot kalah dalam pilkada?

Direktur PolMark Indonesia, Eep Saefullah, mengungkapkan, ada lima faktor penyebab kekalahan pasangan nomor urut dua itu di Pilkada DKI Jakarta. Salah satunya adalah pemilih Ahok-Djarot yang terkarantina.

Terkarantina yang dimaksud Eep adalah jumlah pemilih Ahok-Djarot yang tidak meningkat di putaran kedua, bahkan mengalami penurunan hampir 14 ribu pemilih. Padahal, pasangan petahana itu sudah berhasil merebut suara pemilih Agus-Sylvi.

"Ketika suara agregator tersebut berkurang, berarti ada pemilihnya pergi. Jadi itu yang dimaksud dengan terkarantina. Tidak membesar, tidak mengecil. Segitu-gitu saja, bahkan berkurang 14 ribuan pemilih," tutur Eep di Warung Daun, Cikini, Menteng Jakarta Pusat, Sabtu, (22/4/2017).

Selain itu, kedua, partisipasi pemilih di pilkada putaran kedua ini mengalami peningkatan 1 persen, yaitu dari angka 77 menjadi 78. Angka 1 persen pemilih ini berhasil direbut oleh pasangan Anies-Sandi.

"Kenapa kok suara Basuki-Djarot mengalami penurunan? Ternyata partisipasi di Basuki-Djarot itu justru turun, sedangkan partisipasi pasangan Anies-Sandi naik," jelas Eep.

Faktor ketiga, kata Eep, yaitu hujan sembako yang terjadi di akhir-akhir menjelang pilkada oleh salah satu kubu pasangan calon.

"Saya kok menduga secara kualitatif bahwa hujan sembako itu berfungsi secara negatif untuk pihak yang berkampanye. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, mereka yang membagikan sembako pada masa tenang itu berani menggunakan baju kampanye, bahkan ditemani partai," ujar Eep.

"Itu cara zaman dulu banget. Sudah, cara kemarin jangan dipakai lagi. Belajar dari itu, lebih baik berkompetensi dengan sehat," ujar konsultan tim pemenangan Anies-Sandi ini.

Faktor keempat, kata Eep adalah di Tempat Pemungutan Suara (TPS) terjadi peningkatan pada paslon nomor tiga dibandingkan paslon nomor dua, yang tadi tidak seimbang menjadi seimbang. Selain itu, faktor agama juga menjadi salah satu faktor pemilih Ahok-Djarot mengalami penurunan.

"Namun hanya berkisar 22 persen. Selebihnya jumlah pemilih di Jakarta 78 persen memilih dengan alasan lain," tandas Eep.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya