Liputan6.com, Jakarta - Anggota Majelis Kehormatan DPP Partai Gerindra, Habiburokhman, mengatakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sudah bertemu dengan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto.
"Kalau ketemu (dengan Cak Imin) mungkin lebih dari empat kali," ucap Habiburokhman, di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Baca Juga
Meski tak mengungkapkan kapan dan arah pembicaraan keduanya, Habiburokhman menyebut, sosok Prabowo cocok dipasangkan dengan siapa saja di Pilpres 2019.
Advertisement
"Kalau menurut saya, tapi kita terbuka saja ya, Pak Prabowo dan Gerindra ini kayaknya saat ini cocok dipasangkan ke siapa saja. Pak Prabowo dengan Cak Imin bagus, dengan Pak Gatot bagus juga, dengan Tuan Guru Bajang bagus, dengan AHY bagus, Mbak Puan bagus," ungkap Habiburokhman.
Hal ini, kata dia, lantaran Gerindra tak punya hubungan jelek dengan partai mana pun. Termasuk sosok Prabowo sendiri.
"Saya pikir semua orang akan senang kalau diajak berkoalisi atau maju sebagai pasangan capres-cawapres dengan Prabowo," tutur Habiburokhman.
Dia pun memberi sinyal, akan ada pergeseran partai-partai koalisi pendukung pemerintah. Terlebih mengacu pada perkembangan hari ini.
"Saya pikir, kalau kita mengacu pada apa yang terjadi lima tahun belakangan ini, kita masih sangat masuk akal, kalau banyak kekuatan politik yang tadinya tak mendukung Partai Gerindra, sekarang menjadi mendukung," tukas Habiburokhman.
Â
Respons PKB
Dikonfirmasi secara terpisah, Sekjen PKB Abdul Kadir Karding tak membantah atau membenarkan adanya pertemuan itu. "Saya malah enggak paham," tutur Karding kepada Liputan6.com.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menuturkan, ada kemungkinan Cak Imin merapat ke Gerindra bersama Prabowo Subianto.
"Saya pikir mungkin saja sosok seperti Cak Imin. Kita harus akui modal besar PKB merepresentasikan kekuatan Islam terbesar itu yah. Artinya orang yang ingin menampung kekuatan Islam ada di PKB," ucap Yunarto.
Dia menjelaskan, ada kepentingan parpol untul menempatkan kadernya menjadi cawapres. Pasalnya, jika hasilnya nanti menang ataupun kalah, bisa mendapatkan bonus elektoral.
"Misalnya ada sosok kader ketum partai tertentu menjadi calon wakilnya Prabowo. Katakanlah Prabowo kalah, tetapi tetap akan mendapatkan limpahan elektoral tadi. Karena dia menjadi sosok yang ada di kertas suara pada pilpres tadi. Dibandingkan dengan partai-partai yang hanya jadi pengekor mendukung," ungkap Yunarto.
Advertisement