Koalisi Prabowo-Sandi Sebut Rupiah Lemah karena Fundamental Ekonomi Tak Kuat

Sandiaga menilai, melemahnya kurs rupiah yang berkepanjangan tersebut dapat berdampak kepada rakyat.

oleh Ika Defianti diperbarui 08 Sep 2018, 08:03 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2018, 08:03 WIB
Sandiaga Uno
Bakal cawapres 2019 Sandiaga Uno ikut berkomentar soal Jokowi dan Prabowo yang berpelukan saat Asian Games 2018 (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Prabowo-Sandiaga menyatakan sikap keprihatinan atas merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Bakal calon Wakil Presiden Sandiaga menyatakan, melemahnya kurs rupiah yang berkepanjangan tersebut dapat berdampak kepada rakyat.

"Tentunya memberatkan perekonomian nasional, khususnya rakyat kecil yang cepat atau lambat harus menanggung kenaikan harga-harga kebutuhan pokok termasuk harga kebutuhan makan sehari-hari rakyat kecil, seperti tahu, tempe," kata Sandiaga di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/9/2018).

Sandiaga menyebut hal itu terjadi karena lemahnya fundamental ekonomi. Sebab dia beralasan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan atau current account deficit. Selanjutnya, karena sektor manufacture yang menurun dan pertumbuhan sektor manufacture yang di bawah pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, sektor manufacture pernah mencapai hampir 30 persen PDB pada tahun 1997, sekarang tinggal 19 persen PDB.

"Hal ini tentu mengganggu ketersediaan lapangan kerja dan ekspor kita," ucapnya.

Tak hanya itu, Sandiaga menyebut melemahnya fundamental ekonomi ini tidak terlepas dari kekeliruan dalam orientasi dan strategi pembangunan ekonomi.

"Antara lain, tidak berhasilnya pemerintah dalam mendayagunakan kekuatan ekonomi rakyat. Sehingga kebutuhan pangan semakin tergantung pada impor seperti beras, gula, garam, bawang putih," papar dia.

Karena hal itu, dia bersama partai koalisi memberikan solusi atas keprihatinan merosotnya nilai tukar rupiah tersebut. Salah satunya dengan mendayagunakan ekonomi nasional untuk mengurangi impor pangan dan impor barang konsumsi yang tidak urgent, bersifat pemborosan, dan barang mewah yang ikut mendorong kenaikan harga-harga bahan pokok.

"Mengurangi secara signifikan pengeluaran pengeluaran APBN dan APBD yang bersifat konsumtif, seremonial dan yang tidak mendorong penciptaan lapangan kerja," jelas Sandiaga.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya