Liputan6.com, Jakarta - Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Eggi Sudjana mengatakan penempatan perwira aktif Tentara Nasional Indonesia (TNI) di jabatan sipil berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.
Pandangan tersebut ia sampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan Sekretariat Nasional BPN Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca Juga
"Kita tahu kalau TNI punya fungsi sebagai penjaga keamanan, fungsi utama itu. Dalam konteks keamanan fungsi TNI untuk melakukan tindakan perang dia punya otoritas angkat senjata. Kalau fungsi ini kemudian menjadi dwi atau ditambahkan disejajarkan dengan fungsi lain dalam konteks pemerintahan bisa dibayangkan secara fungsional bisa terjadi abuse of power. Sederhananya begitu," ujar Eggi, Selasa (5/3).
Advertisement
Ia menambahkan, jika TNI ditempatkan dalam jabatan sipil dan memiliki hak suara, hal itu justru merusak demokrasi karena netralitas TNI terabaikan.
Eggi justru menyindir para jenderal aktif yang setuju atas tawaran perwira aktif di jabatan sipil sebagai jenderal tak tahu malu. Bahkan keterlibatan jenderal aktif dalam urusan sipil dianggap telah melakukan disfungsional sebagai tentara.
"Banyak jenderal tidak tahu diri makanya disfungsional. TNI tidak punya hak suara. Anda bayangkan jika TNI punya hak suara, dia punya hak angkat senjata bisa ditembak anda," tandasnya.
Â
Â
Dwifungsi TNI Omong Kosong
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menegaskan, isu aktifnya kembali dwifungsi TNI adalah omong kosong. Hal itu diungkap dalam acara Silaturahmi dengan Komunitas Perwira Hukum TNI.
"Tak benar bahwa dwifungsi TNI akan seolah bangkit kembali, ini enggak benar. Omong kosong," kata Hadi dalam teks pidatonya yang dibacakan oleh Irjen TNI, Letjen Herindra, di Aula Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (5/3/2019).
Menurut Panglima, aktifnya TNI di segenap kementerian dan lembaga sudah sesuai dengan Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, bahwa prajurit aktif bisa menduduki jabatan pada 10 kantor, yaitu Kemenko Polhukam, Kementerian Pertahanan, Sesmilpres, BIN, Badan Sandi Negara, Lemhanas, Wantannas, Basarnas, BNN dan Mahkamah Agung.
"Aparat harus bersinergi dan mengetahui betul tugas dan tanggung jawab, serta memperhatikan aspek kepentingan hukum, kepentingan umum, dan kepentingan militer," jelas Panglima Hadi.
Selain itu revisi di UU tersebut dilaksanakan karena ada kementerian/lembaga yang baru terbentuk setelah 2004. Karenanya, mantan KSAU ini meminta masyarakat untuk cermat dan media bisa memberikan pencerahan perihal terkait.
Dalam proses revisi ini, TNI menambahkan beberapa sektor kementerian dan lembaga, antara lain, Kemenko Maritim, Kantor Staf Presiden, dan Bakamla. Serta mengubah nama atau nomenklatur seperti Sandi Negara menjadi Cyber dan Sandi Negara, Basarnas menjadi Badan Pencarian dan Pertolongan. Â
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement