Indonesia Harus Ikuti Jejak Jepang dan Korea Selatan Selesaikan Konflik Tanah

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Ossy Darmawan, mengatakan reforma agraria merupakan komponen utama dalam upaya negara menjamin hak atas tanah.

oleh Tira Santia Diperbarui 19 Feb 2025, 20:50 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2025, 20:50 WIB
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta Barat, Rabu (19/2/2025). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta Barat, Rabu (19/2/2025). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko, mengatakan prasyarat Indonesia untuk menjadi negara maju adalah menyelesaikan konflik-konflik tanah.

Hal ini meniru keberhasilan negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Menurut dia, reforma agraria perlu ditindak dalam status darurat dan dipimpin langsung oleh presiden.

"Presiden Prabowo sudah memerintahkan agar upaya pengentasan kemiskinan ekstrim harus dilakukan dengan memberikan akses tanah kepada rakyat. Kalau perlu dengan Dekrit Presiden,” kata Budiman dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta, Rabu (19/2/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Ossy Darmawan, mengatakan reforma agraria merupakan komponen utama dalam upaya negara menjamin hak atas tanah.

Melalui program reforma agraria, negara memastikan kepastian hak atas tanah melalui redistribusi tanah, dukungan akses pasca reforma agraria dan perbaikan lembaga pelaksananya.

"Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian ATR/BPN perlu berkolaborasi antar kementerian dan semua pemangku kepentingan," ujar Ossy.

Wamen ATR/BPN menegaskan, kunci utama dalam mencapai semua ini adalah menghilangkan ego sektoral antara kementerian/lembaga.

Kolaborasi antarpihak Jadi Katalisator bagi Pembangunan

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, mengatakan kerjasama semua pihak ini akan menjadi katalisator bagi pembangunan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dwi menegaskan, pemerintah perlu mengakui Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA), termasuk mendorong adanya Dekrit Presiden mengenai agenda reforma agraria.

"Mengingat urgensi dan tingkat kedaruratan konflik agraria yang membutuhkan pendekatan dan strategi extra-ordinary,” kata Dewi.

Adapun dalam jangka menengah, pemerintah perlu mengupayakan roadmap yang lebih komprehensif dalam mencapai swasembada pangan, sistematis dan dimana menjadikan reforma agraria sebagai indikator pencapaian swasembada pangan, menguatkan ketahanan pangan, menyelesaikan konflik agraria dan meningkatkan kesejahteraan.

"Penguatan kelembagaan pelaksana reforma agraria dan bagaimana ini dipimpin langsung oleh Presiden, termasuk mendorong dan mengesahkan UU reforma agraria, termasuk pengesahan masyarakat adat,” tambah Dewi.

 

Tantangan Reforma Agraria

Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta Barat, Rabu (19/2/2025). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta Barat, Rabu (19/2/2025). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Adapun Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Yulia Jaya Nirmawati, menyampaikan, tantangan terbesar dalam reforma agraria adalah isu kepemilikan lahan yang masih terbatas.

Kepemilikan tanah yang kecil menghalangi pencapaian skala ekonomi yang optimal, sehingga kesejahteraan petani belum sepenuhnya tercapai.

Meski demikian, sektor pertanian masih menjadi pilar utama dalam menyerap tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan.

Sebagai negara agraris, Indonesia harus terus memperhatikan kesejahteraan sektor pertanian. Dalam kerangka reforma agraria, bukan hanya aspek distribusi tanah yang perlu diatasi, tetapi juga peningkatan akses terhadap sumber daya dan infrastruktur yang mendukung sektor pertanian.

Dengan demikian, keberlanjutan sektor pertanian akan semakin terjamin, dan masyarakat bisa menikmati hasil dari reforma agraria yang benar-benar berkeadilan.

"Terkait itu isu bidang pertanahan di Indonesia yang patut menjadi perhatian kita semua, yaitu kepemilikan lahan yang kecil membuat skala ekonomi minimum tidak tercapai dan perlu peningkatan Kesejahteraan pertanian," ujar dia.

Alhasil dengan dukungan sinergi antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat, reforma agraria dapat memberikan manfaat yang luas, terutama bagi mereka yang berada di garis depan perjuangan untuk mendapatkan hak atas tanah dan kehidupan yang lebih baik.

 

Reformasi Agraria Jadi Salah Satu Solusi

Sebelumnya, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, mengatakan pentingnya reformasi agraria sebagai salah satu solusi untuk menangani kemiskinan ekstrem dan kesenjangan sosial yang ada di Indonesia. 

Menurut dia, meskipun ada kemajuan yang telah dicapai, masalah-masalah terkait ego sektoral masih menjadi hambatan bagi penyelesaian reforma agraria yang tuntas.

"Bahwa masih ada problem, salah satu kenapa tidak bisa tuntas adalah Reforma Agraria. Ini adalah karena adanya ego-ego sektoral," kata Budiman dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta Barat, Rabu (19/2/2025).

Budiman menilai, permasalahan tersebut harus segera diselesaikan jika Indonesia ingin mengurangi kemiskinan ekstrem di desa-desa, khususnya di kalangan petani.

Dalam hal ini, Budiman menekankan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan suatu solusi berbasis kerjasama antara petani dan perusahaan swasta melalui sistem inti-plasma.

Dalam sistem ini, perusahaan swasta akan berperan sebagai inti dengan porsi yang lebih kecil, sementara sebagian besar keuntungan akan diberikan kepada petani miskin, terutama mereka yang tergolong dalam kelompok petani ekstrem. 

Petani-petani ini akan dikelompokkan dalam bentuk koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang berfungsi untuk mengelola pertanian secara kolektif dan efisien.

"Presiden sudah memberikan arahan di rapat kabinet, bahwa petani-petani, terutama yang dari kalangan miskin ekstrim, terutama yang di desa-desa, banyak juga yang masih cukup kuat bisa mengelola pertanahan, pertanian, tapi nanti dalam bentuk koperasi, dalam bentuk bumdes, koperasi bersama, bukan satu-satu," ujarnya.

 

Skema Inti Plasma Ciptakan Ekosistem Bisnis yang Saling Menguntungkan

Kata Budiman, skema ini bertujuan menciptakan ekosistem bisnis yang saling menguntungkan antara perusahaan swasta dan petani miskin. 

Dengan kerja sama yang adil dan proporsional, diharapkan tercipta pemerataan yang tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga keadilan sosial. 

Sehingga, meskipun sektor pertanian sering dipandang sebelah mata dalam konteks pertumbuhan ekonomi, sektor ini justru memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam mengurangi kemiskinan ekstrem.

"Banyakin harus ke petani miskinnya, begitu. Jadi, seperti itulah. Dan di situ, kemiskinan ekstrim akan ditangani. Kesenjangan sosial juga bisa dikurangi, gapnya bisa dikurangi. Tidak layak bagi orang miskin, tidak layak bagi orang superkaya menguasai semuanya," ujarnya.

Reforma Agraria sebagai Kunci Pertumbuhan yang Berkelanjutan

Berdasarkan pengalaman negara-negara di Asia yang berhasil melalui reforma agraria, Budiman menilai, sektor pertanian, terutama yang melibatkan petani kecil, menjadi kunci bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. 

Negara-negara seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRC), Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam, yang sukses menjalankan reforma agraria, telah menunjukkan bahwa penyelesaian masalah pertanahan adalah salah satu faktor penting dalam mendorong industrialisasi dan kemajuan ekonomi.

Vietnam, yang kini telah menjadi negara maju, merupakan contoh nyata keberhasilan reforma agraria dalam mengurangi kemiskinan dan menciptakan ketahanan ekonomi. 

Oleh karena itu, Indonesia perlu belajar dari pengalaman ini, agar reforma agraria dapat memperbaiki kesejahteraan petani sekaligus mengurangi ketimpangan sosial yang selama ini menjadi tantangan besar dalam pembangunan ekonomi.

"Di negara-negara yang reforma agraria paling sukses. RRC, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan di Asia Tenggara, Vietnam. Sekarang Vietnam sudah menjadi negara maju. Karena masalah ketinggalan masa lalu, tanah, sudah selesai," pungkasnya.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya