Anies Ulas Upaya Keras Jakarta Tangani Covid-19: Malah Dimarahi Pemerintah Pusat

Calon presiden (capres) nomor urut satu Anies Baswedan mengulas upaya kerasnya menangani pandemi Covid-19 saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Jan 2024, 15:08 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2024, 14:38 WIB
Kampanye Perdana Anies Baswedan
Dia mencontohkan dirinya sempat kesulitan dalam melepas kepemilikan saham pabrik bir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut keputusan soal saham bir tidak dipegang oleh partai pengusungnya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Calon presiden (capres) nomor urut satu Anies Baswedan mengulas upaya kerasnya menangani pandemi Covid-19 saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Kala itu, kebijakan penting yang diambilnya malah mendapatkan omelan dari pemerintah pusat.

Anies bercerita, saat pagi hari di Desember 2019, dia tengah membaca koran Kompas dengan judul Pneumonia Wuhan, yang saat itu belum disebut Covid-19. Pikirannya pun menuntunnya untuk mencari tahu perihal tersebut secara saintifik.

"Saya kemudian alert soal itu sejak awal, ngomong ke teman-teman di dinas pendidikan dan lain-lain, nah dari pengalaman Covid kemarin, ini ujian bagi policy maker sedunia. Ujian soal apa, apakah merujuk pada ilmu pengetahuan atau tidak, dalam suasana minim info ketidaktahuan, apakah kita mau merujuk pada sains dan saintis atau kita mau ignore sains dan saintis," tutur Anies dalam acara Desak Anies di Halt Patiunus, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).

Peristiwa pandemi diistilahkannya sebagai Wake Up Call atas pentingnya ilmu pengetahuan. Dalam pengambilan keputusan pun memerlukan ilmu pengetahuan untuk menentukan ranking prioritas.

“Menurut saya prioritas nomor satu dan tidak boleh diubah adalah keselamatan nyawa setiap warga yang ada di tempat dia bertugas. Kalau kita tidak menempatkan sebagai nomor satu, nanti kita flip flop. Wah, ruginya sekian, wah repotnya ini. Kenapa, karena kita tidak menempatkan ranking yang tegas. Jadi menurut saya itu prioritas nomor satu,” jelas dia.

Adapun langkah yang mesti diambil tentu menggunakan pendekatan ilmiah dari ilmu pengetahuan. Bersandar pada kondisi pandemi, tentu pemegang kekuasaan mesti menempatkan keselamatan para petugas kesehatan dalam prioritas utama.

Anies mengingatkan, saat dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta sempat bergegas mengadakan rapat pada Sabtu, 15 Maret 2020 atau empat hari sesudah WHO menetapkan pandemi Covid-19, yakni 11 Maret 2020. Dia pun mengundang pihak terkait, antara lain ahli pandemologi, jajaran Fakultas Kedokteran, IDI, termasuk WHO representatif Jakarta untuk rapat di Kantor Gubernur DKI.

“Ketika rapat dimulai, saya tanya mana WHO-nya, ada pak ikut rapat, mana orangnya, dia ikutnya telekonference pak. Kenapa telekonference, kan kita undang rapat di sini. Saya betul-betul geram karena ini urusan serius, nggak main-main. Dan semua yang peduli harus datang. Dia nggak datang. Trus saya kontak, apa yang terjadi, mereka mengatakan SOP kami mengatakan kalau pandemi kami tidak boleh rapat face to face,” kata Anies.

 

Sangat Terkejut

Dia pun mengaku sangat terkejut dengan jawaban itu. Anies menyimpulkan bahwa urusan pandemi Covid-19 ini nyatanya merupakan masalah yang sangat besar dari yang dibayangkan.

Tidak hanya itu, kondisi pandemi membuat asosiasi kota dunia yang tergabung dalam C40 rutin menggelar rapat secara online. Para gubernur dan wali kota di seluruh dunia saling berbagi informasi demi menyelamatkan warganya.

“Kota-kota ini bilangnya sama, pemerintah nasional kita tidak responsif. Jadi di mana-mana enggak cuma Indonesia. Jadi wali kota, gubernur, memutuskan untuk rapat rutin zoom sedunia. Dan rapat rutin yang diundang bicara adalah Wali Kota Park, sudah meninggal, kemudian Wali Kota Teheran, Wali Kota Milan, kota-kota yang pada waktu itu terkena dampak dahsyat,” ungkapnya.

 

Beri Prioritas

Anies yang menjabat sebagai wakil ketua dalam C-40 pun syok mendengarkan Wali Kota Milan bercerita sambil menangis lantaran banyak warganya meninggal dunia. Rumah sakit penuh pasien dan dokter seakan menjadi malaikat maut penentu orang yang bisa diselamatkan dan tidak.

“Dia bilang ini warga saya, this is my people and I’m losing the battle. Selesai acara itu saya keluar bicara dengan publik di sini, banyak sekali yang bereaksi. Gubernur Jakarta melebih-lebihkan masalah, Gubernur Jakarta membesar-besarkan masalah, padahal ini di dunia, di satu dunia yang menunjukkan besarnya problem, di sini ketemu dengan opini itu. Di situ menurut saya kenapa prinsip itu penting,” tukasnya.

Anies kala itu berpesan kepada seluruh jajaran Pemprov DKI, bahwa ketika menomorsatukan keselamatan maka janganlah khawatir dengan apa kata orang. Dia yakin, apa yang akan disampaikan oleh sejarawan di masa yang akan datang akan menunjukkan penilaian yang sebenarnya atas sesuatu yang dikerjakan kala itu.

“Dont worry, mau dicaci, karena itu kerjaan, ketika kita menetapkan PSBB, ingat waktu itu, saya dimarahin sama pemerintah pusat. Saya dipanggil, saya didatangin, zoom-zoomnya seru itu kalau nanti dibuka. Karena keputusan-keputusan yang harus dikerjakan,” Anies menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya