Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Ahmad Muzani menyoroti ucapan Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla alias JK yang menilai pemilu 2024 paling buruk. Menurut Muzani, pernyataan JK tidak fair lantaran belum pernah menjadi oposisi.
Muzani menyatakan partainya yakni Gerindra pernah mengalami kegelisahan yang sama setelah sekian tahun lamanya menjadi oposisi. Sehingga, kata Muzani, JK tidak fair dengan menyebut pemilu 2024 paling buruk. Padahal belum pernah jadi oposisi.
Baca Juga
"Kami pernah merasakan 10 tahun sebagai partai oposisi dan kami merasakan itu semua," ujar Muzani di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).
Advertisement
"Saya merasa apa yang dikatakan Pak JK, Pak JKÂ itu belum pernah merasakan posisi di oposisi, sehingga menurut saya itu tidak fair," sambung Sekjen Gerindra ini.
Dalam wawancara dengan sebuah media, Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla menilai bahwa proses pemilu 2024 adalah yang paling buruk dibandingkan pemilu sebelumnya.
Bukan tanpa alasan. JK menyinggung pemilu saat ini terlihat demokratis, tapi ada intimidasi terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Menurut JK, intimidasi tersebut adalah bentuk ketidakadilan dalam proses pemilu karena ada keberpihakan kepada calon tertentu.
"Saya umur segini mengalami pemilu sejak lama. Enggak ada proses pemilu seburuk ini. Paling buruk," kata JK di sebuah tayangan YouTube, dilihat Kamis (23/1/2024).
JK Ingatkan Presiden Tetap Netral di Pemilu 2024
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla, mengingatkan agar semua pejabat pemerintah, termasuk presiden agar netral dalam politik. Termasuk, saat masa pilpres 2024 yang saat ini bergulir.
Menurut dia, netralitas itu merupakan bagian dari integritas seorang presiden serta bagian dari sumpah yang disampaikan saat menjabat untuk bersikap adil kepada semua masyarakat, termasuk dalam pilihan politik.
"Saya selalu ingatkan bahwa integritas itu tercantum dalam adilnya dan sumpah seorang presiden. Itu dimulai dengan (pernyataan), 'Demi Allah saya akan melaksanakan tugas-tugas itu sebaik-baiknya dan seadil-adilnya'," ujar JK saat ditanya awak media di kediamannya daerah Jakarta Selatan, Rabu (10/1/2024).
JK menyatakan bahwa semua pejabat sampai kepala pemerintah, presiden turut diambil sumpahnya agar berlaku adil bagi masyarakat. Jika itu dilanggar, maka ada sanksinya yakni sumpah maupun aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Jadi seorang pejabat ya, bukan hanya presiden, (kalau) tidak adil itu melanggar sumpahnya. Jadi (kena sanksi) dua, kena Allah dan kena UUD, ya," tutur JK.
Meski begitu, JK enggan mengomentari soal netralitas Presiden Jokowi dalam pilpres 2024. Ia lebih memilih melihat pernyataan Jokowi yang selalu mengingatkan dalam berbagai kesempatan agar aparat TNI-Polri tetap netral.
"Jadi di sini kalau tidak netral berarti aparat itu tidak melaksanakan perintah presidennya," ucap dia.
Advertisement
Jokowi: Presiden Boleh Kampanye dan Memihak
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di pemilu 2024.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
Hal itu Jokowi sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
"Itu hak demokrasi setiap orang, setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak," kata Jokowi di Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Jokowi menambahkan, jika ada menteri atau dirinya sebagai presiden akan berkampanye maka dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," wanti dia.
Jokowi menjelaskan, menteri dan presiden bukanlah sekadar pejabat publik, namun juga pejabat politik. Maka dari itu, memihak dan mendukung kandidat tertentu dibolehkan.
"Masa gini enggak boleh? Gitu enggak boleh? Berpolitik enggak boleh? Boleh, menteri boleh. Itu saja. Yang mengatur itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkas Jokowi.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com