Liputan6.com, Jakarta - KPU menyebut terdapat 54 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada saat penyelenggaraan Pemilu 2019. Jumlah itu berdasar data yang dikumpulkan hingga 21 April 2019 kemarin.
"86 petugas yang mengalami musibah (yang) meninggal 54 (orang) dan sakit 32 orang," ujar Komisioner KPU Viryan Aziz di kantor KPU RI, Senin (22/4/2019).
Baca Juga
Viryan menyebut penyebab petugas yang meninggal dunia adalah karena sakit, kelelahan, serta kecelakaan. "Sedih sekali melihat teman-teman kami berguguran. Mereka pahlawan Pemilu Indonesia 2019," ujar Viryan.
Advertisement
Viryan berharap Kementerian Kesehatan atau Dinkes daerah setempat dapat memberikan layanan kesehatan gratis bagi para petugas yang masih melakukan rekapitulasi.
"Saya berharap ada layanan kesehatan gratis dari Kemenkes atau pemda di setiap kecamatan untuk memberi layanan kesehatan kepada jajaran penyelenggara pemilu, baik KPPS, PPS (Panitia Pemungutan Suara), PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan pengawas TPS (Tempat Pemungutan Suara), PPL (Petugas Pengawas Lapangan) dan Panwascam (Panitia Pengawas Kecamatan) hingga para saksi dari peserta pemilu," tambah Viryan.
Sebelumnya, KPU telah menggelar rapat pleno terkait sejumlah petugas KPPS Pemilu 2019 yang meninggal dunia. KPU berencana memberi santunan karena petugas KPPS tidak mendapat asuransi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Korban Jiwa Terbanyak
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut terjadi peningkatan korban jiwa pada Pemilu Serentak 2019.
Korban jiwa yang dimaksud Titi adalah para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Jadi memang tahun ini, kalau saya bandingkan dengan 2004, 2009, dan 2014, 2019 adalah peristiwa di mana korban jiwa itu paling banyak," ungkap Titi di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Titi meminta pemerintah segera mengevaluasi Pemilu 2019. Menurutnya, kasus meninggalnya petugas KPPS karena kelelahan saat proses penghitungan suara tidak boleh kembali terulang.
Titi pun menyayangkan tidak adanya asuransi yang diberikan untuk para petugas KPPS. Sebab, ia menganggap, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 lebih banyak.
"Menurut saya kepada para petugas yang mengalami, menjadi korban jiwa dan yang sakit atau pun luka karena kecelakaan kerja, harusnya negara memberi kompensasi yang sepadan. Saat ini mereka tidak mendapatkan asuransi kesehatan, kematian, atau pun ketenagakerjaan," tukas Titi.
Senada dengan Titi, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Peneliti Netgrit, Hadar Nafis Gumay juga membenarkan perlunya evaluasi untuk Pemilu 2019. Pihaknya pun berniat untuk segera melakukan evaluasi.
"Minggu depan mudah-mudahan kami sudah mulai berkumpul untuk mengevaluasi. Jadi kita harus memang membuat pemilu ini prosesnya lebih sederhana, sehingga kerja para petugas itu juga tidak berlebihan," ucap Hadar.
Advertisement