Jika Tunda PPnBM, Pengusaha Bakal Tukar dengan Data Properti

Pengembang menolak penerapan pajak penjualan atas barang mewah terhadap properti karena ekonomi Indonesia sedang melambat.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Mei 2015, 14:28 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2015, 14:28 WIB
Ilustrasi Investasi Properti 6
Ilustrasi Investasi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) mendesak Kementerian Keuangan menunda penerapan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap properti.

Jika ini diakomodir, sebagai imbal baliknya REI bakal membantu memberikan data di sektor properti. Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy secara tegas menolak penerapan PPnBM properti tahun ini karena kondisi perekonomian Indonesia yang sedang melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,7 persen di kuartal I 2015.

"Kondisi ekonomi melambat, Pak Menteri Keuangan kami mohon agar PPnBM ditunda," ucap dia saat Konferensi Pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (13/5/2015).

Pasalnya, sambung Eddy, pemerintah telah memberlakukan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 5 persen untuk properti. Antara lain, rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 5 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi.

"Dalam implementasi PPh 22, kami akan berkoordinasi dengan Dirjen Pajak untuk penyusunan Surat Edarannya harus friendly, karena masyarakat tidak perlu khawatir karena pungutan PPh ini bisa diperhitungkan di pajak tahunan (SPT)," jelas dia.

Sebagai timbal balik jika pemerintah menunda pengenaan PPnBM untuk apartemen dan rumah, REI akan memberi data seperti yang diharapkan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak.

"Agar PPnBM ditunda dengan komitmen dari kami bisa membantu penyediaan data," tegas Eddy.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku sedang mencari jalan untuk bisa mengejar target penerimaan pajak dengan berbagai langkah tanpa memberatkan dunia usaha dan mengganggu daya beli masyarakat.

"Kami mencari jalan dengan tax invoice, reinventing policy, dan perluasan wajib pajak. Kami butuh data dari dunia usaha untuk memperkuat dan mendorong perekonomian kembali tumbuh," harapnya.

Terkait dengan permintaan PPnBM, sambung Bambang, dapat mengacu pada kepemilikan properti. Pemerintah, tambahnya, sangat membutuhkan daya peralihan kepemilikan mengingat ada dua transaksi di apartemen. Pertama, jual beli kepemindahan kepemilikan dengan PPH final 5 persen dan sewa 10 persen.

"Jika data itu bisa ditanggap tidak masalah, apakah jual beli atau sewa ini banyak yang belum bayar, makanya kami cek 5 tahun ke belakang," pungkas Bambang. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya