Liputan6.com, Jakarta Sebuah kota yang ideal adalah kota yang mampu menata tiga unsur dengan baik, yakni unsur lokasi, unsur kegiatan, serta unsur infrastruktur.
Aleviery Akbar, Associate Director Residential Sales & Leasing Colliers International menuturkan faktor lokasi, kegiatan, dan pembangunan infrastruktur bisa meningkatkan nilai properti di sebuah kawasan.
“Misalnya, saja di Cikarang. Dahulu, lokasi ini hanya hamparan lahan yang hanya dibangun beberapa perusahaan industri. Namun, karena kemajuan yang pesat, akhirnya mulai dibangun lebih dari satu kawasan industri. Selain itu di sana juga dibangun kawasan komersial, maka nilai properti di sana besar kemungkinan akan naik,” ujar Aleviery seperti dilansir dari laman Rumah.com, Jumat (20/5/2016).
Advertisement
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan tiga hal seperti lokasi, kegiatan, dan infrastruktur harus tertata dan terintegrasi dengan baik untuk mencipatakan hunian yang bisa memenuhi kebutuhan pangsa pasar. Lalu bagaimanakah karakteristik ketiganya, berikut ulasannya:
1. Lokasi
Lokasi pada dasarnya merupakan bagian terpenting dari kota. Fasilitas-failitas perdagangan dan perkantoran yang berskala besar cenderung berada di sekitar pusat kota, sedangkan fasilitas-fasilitas perdagangan dan perkantoran yang berskala kecil cenderung berada di tepian pusat kota.
Di dalam kota juga ditemukan beberapa perumahan mewah, sementara semakin melebar ke tepi kota, perumahannya semakin beragam, dari kelas menengah bawah hingga menengah atas.
Pabrik-pabrik biasanya ditempatkan di bagian terluar, di lokasi yang tidak dekat dari perumahan. Ini karena polusi yang ditimbulkan.
Perkebunan dan pertanian lokasinya semakin jauh dari kota.
(Cari rumah idaman berdasarkan lokasi Sunrise Property klik di sini)
2. Kegiatan
Kegiatan dapat dibagi menjadi dua kategori. Kategori yang pertama adalah kegiatan formal, yang berlangsung di bangunan atau lahan tertentu, dan tercatat dalam tata guna lahan atau tata guna bangunan.
Kegiatan formal ini dapat dibagi tiga macam utama, ditambah satu macam tambahan, yaitu:
- Kegiatan perdagangan (commercial), yang meliputi aneka skala perdagangan, mulai dari warung, kios, pasar, pertokoan, supermarket, mal, dan sebagainya.
- Kegiatan permukiman (residensial) yang meliputi ragam jenis perumahan dan permukiman dari kelas, mulai dari rumah kopel, rumah sederhana, rumah mewah, sampai apartemen maupun kondominium.
- Kegiatan industri (industrial) yang meliputi jenis industri kecil, menengah dan besar.
- Kegiatan kemasyarakatan (publik) yang meliputi berbagai macam bangunan atau lahan yang dimanfaatkan untuk kepentingan publik seperti balai desa/pendopo kelurahan, pendopo kantor kecamatan, fasilitas rekreasi umum, fasilitas olahraga, dan sebagainya.
Kategori kedua adalah kegiatan informal yang tidak tercatat dalam tata guna lahan atau tata guna bangunan. Misalnya kegiatan perdagangan kaki lima.
3. Infrastruktur
Infrastruktur dalam konteks ekonomi dapat dipandang sebagai hal yang ditanamkan sebagai bentuk “investasi” di dalam suatu kawasan perkotaan. Misalnya, dibentuknya perdagangan kaki lima di sepanjang koridor depan pertokoan jalan Malioboro, Yogyakarta.
Jika diamati, konsep kawasan tersebut dapat dipandang sebagai penanaman investasi karena setiap pedagang kakli lima akan menyetor biaya retribusi penyewaan lahan berdagang mereka kepada pemerintah.
Selain itu jaringan jalan tol, listrik serta pembangunan gedung kampus di suatu daerah di pinggir kota akan mengundang investasi untuk masuk ke daerah tersebut.
Misalnya, pemindahan program studi pascasarjana Universitas Indonesia yang semuanya akan pindah ke Depok, mendorong pembangunan perumahan, apartemen, dan area komersial, yang bertujuan menunjang kegiatan kampus tersebut.
Dari ilustrasi yang sudah dijelaskan menunjukkan bahwa adanya pembangunan antara ketiga hal tersebut, akan mampu menjadi magnet yang mengubah daerah sekitar.
Tidak hanya akan menunjang kebutuhan hunian, tetapi juga memiliki potensi investasi yang sangat bagus.
Feature picture: pixabay.com