Menimbang Kredibilitas Pengembang Properti Asing di Indonesia

Kehadiran proyek baru garapan pengembang asing kini semakin banyak membanjiri pasar komersial dan hunian vertikal.

oleh Isnaini Khoirunisa diperbarui 10 Agu 2016, 17:00 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2016, 17:00 WIB
legal property
Kehadiran proyek baru garapan pengembang asing kini semakin banyak membanjiri pasar komersial dan hunian vertikal.

Liputan6.com, Jakarta Mencari pengembang properti yang berkualitas bukanlah hal yang mudah. Di tengah gempuran proyek baru yang membanjiri hampir setiap kota-kota besar, banyak konsumen yang hanya fokus pada bandrol harga yang murah ketimbang menyaring pengembang yang kredibel.

Banyak pengembang yang menawarkan proyek baru tersebut juga datang dari latar belakang yang berbeda-beda.

Tidak hanya konsep dan ciri khas yang membedakan, tapi juga asal negara tersebut beroperasi. Ya, kehadiran proyek baru garapan pengembang asing kini semakin banyak membanjiri pasar komersial dan hunian vertikal.

Hal ini memunculkan tanda tanya bagi konsumen baru yang hendak mencari properti incarannya. Apakah pemerintah telah memberikan kebijakan hukum yang tegas bagi setiap pengembang yang melakukan operasional bisnisnya di tanah air, termasuk pengembang asing?

Diketahui baru-baru ini Pemerintah baru saja mengeluarkan deregulasi mengenai sektor properti dan real estate.

“Deregulasi tersebut diberi nama Daftar Negatif Investasi dimana ada beberapa sektor yang tadinya tertutup menjadi terbuka untuk asing,” jelas Cornel B. Juniarto, senior partner konsultan hukum Hermawan Juniarto ketika di wawancarai oleh Rumah.com.

“Nah sektor properti mendapatkan penambahan threshold sehingga boleh dibilang semakin longgar.” ia menambahkan.

Lalu, di tengah banyaknya kasus pelanggaran kasus hukum yang dilakukan oleh pengembang lokal dan nasional, apakah pengembang asing bisa di anggap lebih terpercaya?

Cornel menjelaskan bahwa hal ini tergantung pada tata kelola hukum yang berlaku di sebuah negara.

“Saya lihat beberapa pengembang asing yang besar mereka compliance (kepatuhan hukum)-nya besar sekali karena ada kontrol hukum yang berlapis. Contohnya bribery act. Jadi walaupun mereka membuat usaha di luar negeri tapi monitor dan UU anti korupsi dari negara pusat tetap kuat,” tuturnya.

Sementara itu di Indonesia, meski sudah ada badan pemberantas korupsi seperti KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) namun belum seketat peraturan hukum di luar negeri.

Ini berimbas pada kasus pelanggaran hukum yang tetap terjadi pada beberapa pengembang nasional berskala besar.

“Sementara untuk kasus pengembang lokal, Hal ini bisa disebabkan karena perusahaan mereka adalah private company, jadi tidak banyak yang mengecek kinerja mereka. Berbeda dengan perusahaan publik.” Tandas Cornel.

Intinya, kepatuhan hukum hanya akan terjadi jika ada legal enforcement kuat,

“Kita bersyukur di negara kita ada KPK. Dalam hal ini kalau kinerja KPK semakin kuat maka kemungkinan terjadi kasus pelanggaran hukum oleh pengembang lokal ataupun asing akan semakin kecil,” tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya