Liputan6.com, Jakarta Secara ekonomi pertumbuhan Propinsi Sumatera Barat bisa dibilang cukup stabil. hal ini terlihat dari beberapa indikasi ekonomi yang menunjukan peningkatan. Sebut saja seperti pertumbuhan pinjaman modal kerja dari Januari 2017 senilai Rp17.048.457 juta meningkat sekitar 3,36% menjadi Rp17.620.990 juta per Maret 2017. Sementara inflasinya sendiri cenderung turun dari 0,57 pada Januari 2017 menjadi -0,010 pada Maret 2017 (sumber: Bank Indonesia)
(Baca juga: Tertarik Berinvestasi Properti? Simak Potensi Bekasi)
Stabilnya kondisi perekonomian Sumatera Barat pada akhirnya memang berdampak pada pertumbuhan investasi properti yang ada di sana. “Perkembangan properti di Padang 2017 lebih baik dibanding 2016,” jelas Harriandy dari Independent Properti Padang kepada Rumah.com.
Advertisement
Hal itu, lanjut Harriandy, bisa dilihat dari beberapa hal di mana Sumatera Barat atau Padang sudah terbuka untuk masuknya ritel besar seperti Transmart. Sementara pembangunan jalan tol dari Bandara Internasional Minangkabau menuju Pelabuhan Teluk Bayur juga turut memacu pertumbuhan ekonomi yang ada di Padang.
Disektor propertinya sendiri, Sumatera Barat atau Padang memiliki keunikan dengan adanya pembagian zona yaitu zona merah, zona hijau, dan zona kuning. Hal ini dilakukan Pemerintah Daerah guna memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis properti dalam berbisnis di Padang.
Sejak musibah gempa yang menimpa Padang beberapa tahun yang lalu, pada akhirnya memang membuat zona merah menjadi zona yang mesti dihindari bagi pengembangan sektor properti. Lokasi zona merah sendiri adalah area yang dekat dengan pesisir pantai sehingga dikuatirkan jika terjadi Tsunami maka zona merah menjadi lokasi yang paling awal terkena dampaknya.
Karena sistem zonasi itu maka zona hijau pun menjadi lokasi primadona untuk perkembangan dan pengembangan bisnis properti di Padang. Ambil contoh di sektor perumahan dengan adanya eksodus penduduk dari zona merah ke zona hijau. Hal ini tentu saja membawa dampak positif terhadap bisnis perumahan di zona hijau.
Adalah Perumahan Prima Regency di jalan bypass yang menurut Muhammad Firdaus dari Cataru Properti Padang habis terjual hanya dalam jangka waktu 6 bulan dengan kisaran harga Rp375 – Rp600 juta di mana tipe yang ditawarkan mulai tipe 45 hingga diatas 100m2.
(Simak juga: Pilihan perumahan murah di bawah Rp200 jutaan)
Tidak saja perumahan Prima Regency yang mendapatkan limpahan dampak positif dari adanya eksodus penduduk dari zona merah ke hijau. Beberapa perumahan lainnya juga mendapatkan keuntungan serupa seperti perumahan Karya Mulia Residence yang harganya berkisar di atas Rp500 juta, Bukit Belimbing Indah dengan harga diatas Rp500 juta, serta Perumahan Belimbing dengan harga berkisar di atas Rp 100 juta.
Ada hal menarik yang bisa dilihat dari Padang pasca musibah gempa. Sejatinya ketika unit properti berada di jalan utama maka harga sudah pasti tinggi. Namun akan turun harganya ketika terjadi sesuatu dengan lokasi tersebut. Itulah yang terjadi pada properti di zona merah.
Sebuah rumah yang berada di Jalan Khatib Sulaiman dengan ukuran 130-140m2 dijual dengan harga Rp600 jutaaan. Padahal menurut Firdaus, jika rumah tersebut berada di zona hijau harganya bisa mencapai Rp miliaran. Sementara tanah di Jalan Khatib Sulaiman yang awalnya berada di kisaran Rp1 – 1,5 juta saat ini di jual dengan harga Rp300 ribuan.
Namun dengan kondisi seperti ini bukan sama sekali zona merah kurang menarik. Satu hal yang bisa disarankan oleh Firdaus agar properti yang dibangun bisa mendapatkan respon yang baik, cobalah membangun perumahan tipe 36 dengan harga kurang dari Rp 200 jutaan sehingga bisa menarik minat konsumen mengingat perumahan atau rumah adalah kebutuhan dasar dari manusia.
Achmad Fachrezzy