Sudah Di Ambang Batas, Kredit Bermasalah Di Balikpapan Di atas 5%

Sejak beberapa tahun silam, Balikpapan mengalami kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Saat ini sudah berada di atas ambang batas, yaitu di atas 5%. Dibandingkan tahun 2018 lalu, sempat mengalami lonjakan hingga 12,30 persen.

oleh Wahyu Ardiyanto diperbarui 19 Des 2019, 15:58 WIB
Diterbitkan 19 Des 2019, 15:58 WIB
Kredit Bermasalah Di Balikpapan Sudah Di atas 5%, Salah Satunya Properti
Ilustrasi kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL)

Liputan6.com, Jakarta Sejak beberapa tahun silam, Balikpapan mengalami kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL). Saat ini sudah berada di atas ambang batas, yaitu di atas 5%. Dibandingkan tahun 2018 lalu, sempat mengalami lonjakan hingga 12,30 persen. Sektor properti masih menjadi penyumbang terbesar NPL.

Perbankan mulai mewaspadai tingginya rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Laon (NPL) yang terjadi di Balikpapan. Sektor konstruksi bangunan, komersial, dan residensial menjadi faktor penyebab utama Balikpapan berada di atas ambang batas.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Balikpapan Bimo Epyanto mengatakan, NPL yang tinggi tersebut terindikasikan dari bangunan ruko atau properti residensial yang kosong. Seperti yang diungkapkan olehnya, NPL yang tinggi terindikasi dari bangunan ruko atau properti residensial yang kosong.

“NPL sektor tersebut meningkat sampai level 24 persen. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi ekonomi yang menurun,” jelasnya Senin (16/12/2019).

Ia juga mengungkapnya porsi kredit sektor ini masih bisa dikendalikan. Hal ini karena total kredit di Kalimantan hanya 7 persen.

“Baru pada 2019 ini NPL meningkat ke level 5 persen dari 2018 yang masih di bawah 3 persen,”imbuhnya.

NPL Kota Balikpapan mencapai 5,14 persen hingga lebih dari kuartal III/2019. Meski demikian, lanjut Bimo dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (y-o-y), tingkat NPL bisa lebih ditekan.  Secara komposisi, sektor konstruksi masih menjadi penyumbang besar NPL dengan besaran 24,89 persen. Disusul jasa sosial sebesar 6,96 persen dan perdagangan hingga 3,46 persen. 

“Periode yang sama tahun lalu, NPL mencapai 9,23 persen. Jika dibandingkan dengan kuartal III/2019 sudah mengalami perbaikan dengan sebesar 5,33 persen," jelasnya.

Berdasarkan data BI perwakilan Balikpapan, NPL kota minyak mulai berada di ambang batas pada akhir 2015 menyentuh angka 7,23 persen. Kondisi tersebut berlanjut pada 2016 yang mampu menembus dua digit di level 10,27 persen. Memasuki 2017, NPL hingga triwulan I/2019 menembus dua digit 12,22persen. Lalu puncaknya pada semester I/2017 sebesar 12,30 persen. Kemudian pada 2018, kendati bisa mulai berkurang, tingkat NPL masih cenderung melebihi ambangb atas. Pada triwulan I/2017 mencapai 6,70 persen.

Simak cara aman over kredit rumah sebelum Anda memutuskan membelinya.

Tren perbaikan kredit bermasalah terus terjadi. Terlihat hingga Juni lalu, NPL diangka 6,27 persen atau senilai Rp1,5 triliun. Sementara itu, kredit perbankan tercatat sebesar 2,43 persen (year on year) atau senilai Rp25,95 triliun. Melambat dibandingkan bulan September 2019.

Perlambatan bersumber dari kredit konsumsi, terutama pada kredit untuk perseorangan dan penurunan kredit investasi untuk pengembangan usaha di sektor pertambangan dan perdagangan.

Kredit modal kerja tercatat tumbuh sebesar 14,59 persen. Dibandingkan kuartal III/2019 mencapai 11,86 persen. Selain itu, pada Oktober 2018 sebesar 1,54 persen.

Sektor lainnya untuk penyaluran kredit investasi justru kontraksi lebih besar mencapai 12,42 persen dibandingkan dengan kuartal III/2019 yang mencapai negatif 9,82 persen. Selain itu, penyaluran  kredit konsumsi memburuk menjadi 3,74 persen dari triwulan III/2019 yang mampu tumbuh lebih besar 4,01 persen.

Bimo menjelaskan, kredit pertambangan saat ini mengalami kontraksi hingga 56 persen. Menurutnya, gairah industri penunjang untuk batu bara di Balikpapan masih belum dirasakan. Selain itu, perbankan memang masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit ke sektor tambang. 

“Yang naik atau tumbuh dari industri pengolahan atau manufaktur. Dari kredit yang dikucurkan ke sektor ini mampu tumbuh 10 sampai 12 persen. Hanya saja dari skala kredit masih kecil,” ungkapnya. 

Temukan lebih banyak lagi panduan dan tips membeli rumah dalam Panduan dan Referensi

Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya