Penanganan 114 Kasus Dugaan Korupsi di Sulsel Mandek

Lanjut Kadir, selain itu juga marak oknum penegak hukum nakal yang menerima suap dan melakukan pemerasan dalam kasus korupsi.

oleh Eka Hakim diperbarui 04 Agu 2015, 09:27 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2015, 09:27 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Makassar - Kejahatan Korupsi dikategorikan sebagai extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa. Karena kategorinya kejahatan luar biasa, maka penuntasan kasus korupsi pun dibutuhkan penanganan luar biasa, bukan penanganan biasa-biasa seperti selama ini.

Wakil Ketua Anti Corruption Committe (ACC) Sulsel Kadir Wokanubun mengatakan, ada 144 kasus dugaan korupsi yang ditangani aparat penegak hukum di Sulsel. Namun semuanya tak ada perkembangan penanganannya alias mangkrak, terhitung sejak semester pertama 2015.

Polda Sulselbar menangani 15 kasus, masing-masing tahap penyelidikan 10 kasus dan tahap penyidikan 5 kasus. Kejaksaan Tinggi sulselbar penyelidikan 45 kasus dan penyidikan 14 kasus, total 59 kasus yang ditangani. Demikian juga kasus penanganan Kejari di Sulsel ada 70 kasus, yakni tahap penyelidikan 34 kasus dan penyidikan 36 kasus.

"Pada Semester akhir 2014 lalu ACC merilis penanganan kasus korupsi di Kejati Sulselbar maupun Kejari di Sulsel 95 kasus, dengan perincian di Kejati Sulsel 44 kasus, Kejari se Sulsel 36 kasus, serta Polda Sulselbar 15 kasus, kondisi ini ternyata tidak berubah hingga Agustus 2015," ujar Kadir dalam konferensi persnya di kantor ACC Sulsel, Jalan Andi Pangeran Pettarani, Makassar, Senin 3 Agustus 2015.

"Kasus mandek yang di luncurkan pada 2014 lalu sebagian besar masih terinput untuk catatan semester awal ini, hal ini tentunya mengonfirmasi ke bahwa kepedulian aparat penegak hukum untuk penuntasan kasus kasus korupsi tersebut seperti mengalami jalan buntu," sambung Kadir.

Selain itu, lanjut Kadir, kini juga marak oknum penegak hukum nakal yang menerima suap dan melakukan pemerasan dalam kasus korupsi. Ini merupakan cerminan buruk penanganan dan penuntasan kasus korupsi. Hal ini juga mengkonfirmasi ke publik sesungguhnya penanganan kasus korupsi dijadikan 'ATM' oleh aparat penegak hukum.

"Sudah menjadi rahasia umum bahwa aparat penegak hukum melanggengkan praktik korupsi, sehingga menjadi suatu sistem yang buruk dalam penegakan hukum. Bahkan, karena sudah melembaganya korupsi di lingkungan aparat penegak hukum itu sendiri, hingga akhirnya timbul suatu idiom 'bagaimana bisa menyapu lantai yang kotor kalau sapunya juga kotor'," kata dia.

Ironisnya lagi, kata Kadir, ketika perkembangan penanganan kasus yang dimaksud ingin dikonfirmasi ke pihak kejaksaan maupun kepolisian, maka jawaban klasik selalu didapat, yakni 'tidak ada kasus yang mandek, semua kasus kami tangani dan sementara dalam proses'.

"Pertanyaanya adalah seriuskah untuk ditangani hingga dituntaskan kasus kasus tersebut? Ataukah hanya dijadikan tumpukan berkas perkara yang setelah itu dilupakan?" tanya dia.

Beberapa kasus korupsi berskala besar, menurut Kadir, sengaja didiamkan, di antaranya kasus logistik KPU Sulsel, kasus bansos Sidrap, kasus korupsi Gas di Kabupaten Wajo, kasus mobil toko (Moko), kasus Alkes Pinrang, kasus Bandara Bulu kunyi Kabupaten Tana Toraja, dan kasus RS Labuang Baji.

Pemantauan ACC Sulawesi, kata Kadir, menemukan fakta Kejaksaan dan Kepolisian Daerah Sulselbar lambat atau sengaja mendiamkan kasus korupsi. Modus penanganan kasus yang stagnan di tingkatan penyelidikan setelah itu dihentikan tanpa menaikan status ke penyidikan, atau status penyelidikan ke tahap penyidikan namun tidak ada tersangka yang di tetapkan, dan lain sebagainya.

Karena itu ACC Sulsel mendesak Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan, Kapolri, dan Kompolnas agar segera memeriksa Kejati Sulsel dan Polda Sulselbar. Dan mendesak KPK dan BPK untuk segera melakukan audit kinerja Kejati Sulsel dan Polda Sulselbar dalam hal penanganan perkara korupsi.

Menanggapi hal tersebut, Kasubdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulselbar AKBP Adip R mengatakan, mengenai kasus korupsi yang dinilai mandeg tersebut belum sepenuhnya ia ketahui. Secara teknis, Polda Sulselbar mempunyai mekanisme yang berhak berbicara kepada media adalah Bidang Humas Polda Sulselbar.

"Kasus-kasus apa saja itu saya belum monitor semuanya dan saya beritahu kalau juknis di Polda itu yang berhak sampaikan pemberitaan ke media atau sejenis pernyataan adalah kewenangan bidang humas bukan saya," singkat Adip saat dikonfirmasi Liputan6.com. (Rmn/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya