Gerak Aktor Pantomim Bandung Bertahan dalam Keterbatasan

Aktor pantomim asal Bandung mengeluhkan keterbatasan ruang publik sehingga menghambat untuk mengekspresikan diri.

oleh Arie Nugraha diperbarui 23 Mar 2016, 11:31 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2016, 11:31 WIB
Aktor Pantomim Bandung Tetap Bertahan Dalam Keterbatasan
Aktor pantomim asal Bandung mengeluhkan keterbatasan ruang publik sehingga menghambatnya untuk mengekspresikan diri. (Liputan6.com/Arie Nugraha)

Liputan6.com, Bandung - Tahukah Anda jika 22 Maret tidak hanya diperingati sebagai hari Air Dunia? Pada tanggal yang sama ternyata diperingati pula sebagai hari Pantomim Dunia.

Tanggal peringatan itu mengacu pada hari kelahiran maestro pantomim dunia asal Prancis, Marcel Marceau, yang jatuh pada 22 Maret 1923. Para seniman pantomim di 13 negara memperingatinya sebagai hari Pantomim Dunia, termasuk Indonesia.

Seniman asal Bandung, Wanggi Hoediyanto, menjadi wakil Indonesia dalam peringatan tersebut. Sudah lima tahun ini ia mewakili Indonesia dalam peringatan tersebut. Ia mengaku tergerak mendalami seni olah tubuh itu karena semangat Marcel Marceau yang aktif menyuarakan hak asasi manusia lewat seni.   

"Dia salah satu pelaku seni yang menyuarakan hak asasi manusia mengenai perang dunia kedua. Dia juga sebagai pahlawan untuk para korban Holocaust," kata Wanggi di Bandung, Selasa, 22 Maret 2016.

Dalam peringatan tahun ini, Wanggi mengangkat isu air yang juga diperingati pada tanggal yang sama. Ia juga mengangkat kritikannya atas kurangnya ruang publik sebagai tempat menuangkan ide dan gagasan warga.

Wanggi beraksi pantomim bersama seorang rekannya, Gatot, mulai dari Gedung Indonesia Menggugat (GIM) menuju Tiang Bendera Gedung Merdeka sebagai peringatan World Mime Day Indonesia 2016.

"Selama ini, masih ada tindakan-tindakan pembungkaman oleh pihak-pihak tertentu saat pelaku seni menuangkan ekspresinya," ucap Wanggi.

Kritikan itu mewakili keresahan yang dialami Wanggi. Menurut dia, perkembangan seni pantomim di Indonesia masih menghadapi banyak kendala dan hambatan untuk memasuki ruang publik. Ia menuding pandangan tabu masyarakat sebagai salah satu penghambat seni non-verbal itu.

Situasi itu berdampak pada pendapatannya. Menurut Wanggi, ia tidak mendapat keuntungan banyak selama berprofesi sebagai aktor pantomim. Meski begitu, ia meyakini masih bisa hidup sebagai pelaku seni yang juga dipopulerkan oleh Charlie Chaplin itu.

"Pantomim bisa menghidupi saya, dari sekecil apa pun materinya. Banyak sekali kendala dan hambatan itu, menjadi napas yang tersendat, tapi memang begitu siklus hidup," tutur Wanggi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya