Liputan6.com, Kupang - Nasib malang menimpa Mariance Kabu, perempuan 31 tahun asal Desa Poli, Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten TTS, NTT. Ibu empat anak yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di Malaysia ini disiksa oleh majikannya hingga cacat.
Impian untuk membahagiakan suami serta anak-anaknya pun terkubur akibat penyiksaan sadis yang dialaminya.
Menurut pengakuan korban, majikannya bernama Ong Sung Ping. Korban diwajibkan bekerja dari pukul 05.00 pagi hingga 03.00 dinihari setiap harinya.
Advertisement
Akibat penyiksaan itu, beberapa bulan kemudian, kondisi fisik korban melemah. Namun, korban terus dipaksa bekerja dan terus mengalami penyiksaan. Kedua telinga Mariance dipukul dengan kepala ikat pinggang, telinga korban di cungkil menggunakan cutton bud hingga gendang telinga korban pecah dan gumpalan darahnya dibiarkan mengering.
Penyiksaan terus berlanjut, wajah korban dipukul hingga batang hidungnya patah. Mulut korban robek akibat hantaman benda keras dan dijahit sepanjang 15 cm.
Kondisi korban semakin memburuk tetapi penyiksaan terus berlanjut. Korban ditelanjangi dan disiksa dengan ekstrem.Â
Korban direkrut pada 11 Maret 2014 oleh seseorang bernama Lisa. Korban kemudian diserahkan kepada Tedy Moa dan ditampung di PT Malindo Mitra Perkasa serta membuat paspor. Korban berangkat tanpa sepengetahuan suami.
Sementara, proses pembuatan paspor Mariance ternyata tidak melalui mekanisme yang benar. Saat pembuatan paspor, Tedy Moa telah bekerja sama dengan petugas Imigrasi Kupang karena proses pembuatan hanya satu hari. Selanjutnya korban diberangkatkan ke Malaysia melalui Bandara El Tari Kupang.
Diselamatkan Warga India
Mariance Kabu, perempuan 31 tahun asal Desa Poli, Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten TTS, NTT, mendapat penyiksaan ekstrem oleh sang majikan. Korban hanya pasrah dan hanya menunggu ajal menjemputnya. Namun, suatu hari, mukjizat terjadi.
Seorang wanita berkewarganegaraan India, tanpa sengaja melewati rumah tempat korban bekerja. Dia kemudian melihat kondisi korban dan melaporkan kasus tersebut ke Polisi Diraja Malaysia. Korban kemudian dievakuasi ke rumah sakit. Pihak KBRI pun memulangkan korban ke Indonesia.
Saat pulang, 5 polisi Malaysia menemui korban dan mengaku akan menginvestigasi kasus ini. Namun, hasil penyidikan menyatakan majikan korban tidak bersalah.
"Hasil investigasi polisi Malaysia tidak memberikan kepastian hukum bagi keluarga. Saya atas nama keluarga ingin mengatakan kepada pihak KBRI apa yang menjadi dasar pihak KBRI mengatakan majikan tidal bersalah. Bukti penyiksaan korban jelas-jelas ada, kenapa dibilang majikan tak bersalah?" ujar pendeta Emi Sahertian yang mendampingi korban, kepada Liputan6.com saat bersama korban mendatangi Polda NTT, Jumat 25 November 2016.
Dia mengatakan, pihak keluarga telah menyurati Kapolri dan berharap Polri dapat memberikan jaminan hukum bagi keluarga dan lebih khusus kepada Korban.