Liputan6.com, Hong Kong - Mantan majikan yang menyiksa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Erwiana Sulistyaningsih dinyatakan bersalah oleh pengadilan negeri setempat pagi ini. Ia dijatuhi hukuman enam tahun bui dengan denda 15.000 dolar Hong Kong atau sekitar Rp 24 juta.
"Karena sikap dan perilaku hina terdakwa, mantan ahli kecantikan Law Wan-tung, juga karena tak menunjukkan kasih sayang kepada korbannya," ucap Hakim Pengadilan Distrik Amanda Woodcock seperti dikutip dari South China Morning Post, Jumat (27/2/2015).
"Jenis perilaku kasar bisa dicegah jika pembantu rumah tangga tidak dipaksa untuk tinggal bersama majikan mereka," tambah Hakim Woodcock.
Selain itu, ia juga mendesak pemerintah Hong Kong dan Indonesia untuk memeriksa agen yang mencarikan mereka pekerjaan di kota itu.
Wanita berusia 44 tahun itu disidang di pengadilan yang sama dua minggu lalu. Ia juga divonis bersalah atas 18 dari 20 dakwaan yang dijatuhkan padanya. Delapan di antaranya menuduh ibu dari dua anak itu terkait penyerangan dan tindak pidana mengintimidasi Erwiana dan dan pembantu Indonesia lain, Tutik Lestari Ningsih.
Law telah ditahan sejak sidang terakhir 16 hari lalu.
Woodcock menjatuhkan vonis bersalah terhadap Law, karena menurutnya Erwiana terlalu lugu untuk bisa berbohong atas penderitaan yang dialaminya. Salah satu tindak kebohongan yang dituduhkan oleh Law yakni ketika dia memasukkan alat penyedot debu ke dalam mulut Erwiana, yang mengakibatkan bibirnya terluka.
Atas tindakan tersebut, Law dinyatakan bersalah telah menimbulkan luka berat dengan sengaja. Tuduhan paling serius yang dijatuhkan padanya.
Hakim Woodcock juga menyatakan Law pernah menonjok Erwiana sangat keras pada bagian wajah sampai membuat giginya patah. Lalu juga pernah menelanjangi Erwiana di kamar mandi, menyiraminya dengan air dingin dan meletakkan kipas angin ke arahnya. Padahal, di luar cuaca sedang memasuki musim dingin.
Pembelaan Pengacara
Baca Juga
Pengacara Law, Graham Harris SC mengatakan penyiksaan yang dilakukan kliennya bukanlah salah satu yang terburuk. Sebab tak ada bukti cedera fisik dan psikologis yang permanen.
"Alat yang digunakan dalam kasus ini bukan yang menyebabkan terjadinya cedera," tambah Harris.
Harris pun mengungkapkan ke pengadilan beberapa contoh kasus, di mana besi panas dan pemotong digunakan untuk menyiksa pembantu rumah tangga. Ia juga menarik perhatian Hakim Woodcock melalui aspek karakter Law yang tidak terungkap selama persidangan.
"Dia (Law) telah memberikan kontribusi untuk amal selama bertahun-tahun. Dia menyumbang hingga $70.000 dolar Hong Kong, termasuk untuk organisasi Po Leung Kuk dan Unicef," beber Hakim Woodcock.
Harris menyatakan Law difitnah, dijelek-jelekkan dan dikucilkan karena kasus ini terungkap. Padahal ia lahir dan dibesarkan di Hong Kong.
Kendati demikian, Harris belum memutuskan apakah kliennya akan mengajukan banding. Sementara Erwiana mengaku merasa hukuman yang dijeratkan belum cukup.
Â
"Aku belum puas dengan hukuman ringan yang diterima Law. Tapi senang bahwa sang majikana akan dipenjara," kata Erwiana di luar pengadilan.
Â
Erwiana mengaku sudah memafkan majikannya itu. Meski menginginkan Law dijatuhi hukuman maksimal.
Â
Pada kesempata itu, Erwiana mendukung seruan Woodcock bagi pemerintah untuk membatalkan undang-undang yang pekerja rumah tangga harus hidup dengan majikan mereka dan 2 minggu aturan, di mana pembantu harus meninggalkan Hong Kong dalam waktu dua minggu dari pemutusan kontrak mereka.
"Saya berharap bahwa pemerintah Hong Kong akan memperlakukan PRT seperti pekerja lainnya," ucap Erwiana.
Erwiana adalah TKI asal Ngawi, Jawa Timur yang saat pulang ke Tanah Air kondisinya sangat memprihatinkan. Hampir di sekujur tubuhnya mengalami luka bekas penganiayaan dan penyiksaan yang dilakukan majikannya di Hong Kong.
Selama 8 bulan bekerja di Hong Kong, Erwiana kerap dipukul dan disiksa majikannya, Law Wan-tung dengan hanger atau apapun yang ada di depannya. Perempuan berusia 23 tahun itu juga harus bekerja 21 jam sehari, hanya dapat jatah istirahat 3 jam.
Erwiana kemudian memilih melawan majikan hingga akhirnya dikirim pulang ke Indonesia. TKI itu diantar kemudian ditinggalkan oleh majikannya di Bandara Chek Lap Kok, dengan kondisi tubuh penuh dengan luka.
Direktur Mediasi dan Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Teguh Hendro Cahyono mengatakan pihaknya akan menuntut majikan Erwiana. Sidang perdana soal kasus penganiayaan terhadap TKI tersebut akan digelar pada 29 April 2014. (Tnt/Mut)
Advertisement