Tawa Lepas Kini Hiasi Wajah Anak-Anak Penghuni Panti Asuhan Maut

Kondisi psikologis anak-anak panti asuhan maut itu masih belum diketahui pasti.

oleh M Syukur diperbarui 31 Jan 2017, 15:30 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2017, 15:30 WIB

Liputan6.com, Pekanbaru - Selalu mengalami penganiayaan di panti asuhan milik Yayasan Tunas Bangsa, sebagian dari lima anak yang dievakuasi Lembaga Perlindungan Anak Riau dan Dinas Sosial Riau, kembali ceria.

Mereka asyik menyantap makanan yang tersedia di atas meja ketika ditemui Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi atau Kak Seto bersama Ketua LPA Riau Esther Mulyani.

Sebelumnya, anak-anak itu diduga tak diberi makanan secara layak selama tinggal di panti asuhan yang berlokasi di Jalan Lintas Timur Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Selain banyak bekas gigitan tikus, sebagian besar makanan juga sudah kedaluwarsa.

Pantauan di Dinas Sosial Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, dua anak tertawa lepas ketika bermain boneka yang dibawa pria bernama Agus. Boneka itu bisa menirukan suara anak dari pemegangnya.

Namun, masih ada satu anak yang terlihat murung meski sudah diajak Kak Seto mengobrol. Anak lainnya terlihat tersenyum ketika Kak Seto berbincang dengan bahasa yang bisa dimengerti balita itu.

Menurut Ketua LPA Riau Esther Mulyani, lima anak ini masih dalam masa pemulihan atau observasi. Kondisi psikologis terkini belum dicek.

"Belum dilakukan cek psikologis. Nantinya segera dilakukan selama anak-anak ini tinggal di panti milik Dinas Sosial Riau," ucap Esther.

Memang, sambung Esther, saat dibawa dari panti, dua anak terlihat tertekan. Tak lama kemudian, ditemukan lagi tiga anak di panti jompo di Jalan Cendrawasih, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru.

"Sekarang ada tujuh anak yang masih dicari. Sebab data yang dimiliki, ada 12 anak yang pernah menghuni panti tersebut," kata Esther.

Menurut Kak Seto, pada umumnya panti asuhan memiliki tujuan mulia. Panti-panti dinilai mendedikasikan diri mengasuh anak supaya mendapat perhatian dan merasa punya orangtua.

"Namun tak dipungkiri pula ada masalah kekerasan yang didapat anak-anak di panti," kata Kak Seto. Atas kejadian itu, Kak Seto meminta dinas sosial yang ada di setiap kabupaten dan kota mengawasi setiap panti anak secara intensif.

Dia menyebutkan, kekerasan dan intimidasi yang diperoleh anak selama tinggal di panti merupakan dampak emosional yang dialami pengelola.

"Makanya, atas kejadian ini (kekerasan) menjadi pembelajaran bagi kita semua agar lebih intensif mengawasi panti agar tidak ada masalah seperti ini," ujar Kak Seto.

Kak Seto kemudian mendorong setiap dinas sosial di Riau, umumnya Indonesia, membentuk lembaga pengawasan anak hingga sampai ke tingkat RT dan RW.

"Intinya, perlindungan anak ini dilakukan satu kampung atau satu desa supaya tak jadi kekerasan. Masyarakat harus peka, ada kekerasan anak, laporkan," kata dia.

Usai dari Dinas Sosial Riau, Kak Seto bersama Esther dan petugas lainnya berencana melihat suasana tiga panti milik Yayasan Tunas Bangsa, yaitu panti anak, panti pengidap gangguan jiwa dan panti jompo.

Sebelumnya, yayasan ini menjadi sorotan setelah salah satu anak, M Ziqli (18 bulan) meninggal secara tak wajar. Hasil autopsi ditemukan tanda-tanda kekerasan seperti luka lecet, lebam dan serapan darah pada organ vital.

Dalam kasus ini, penyidik Polresta Pekanbaru menetapkan pemilik yayasan atas nama Lili Rachmawati. Sejak diperiksa Senin (30/1/2017) lalu, sampai Selasa (31/1/2017), Lili masih diamankan di Mapolresta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya