Gawat, Pengrajin Tenun Khas Indramayu Hanya Tersisa 4 Orang

Para pengrajin tenun khas Indramayu itu kini sudah berusia lanjut, sedangkan proses regenerasi tidak berjalan.

oleh Panji Prayitno diperbarui 07 Feb 2017, 19:33 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2017, 19:33 WIB
Tenun Indramayu
Tenun Indramayu

Liputan6.com, Cirebon - Empat nenek asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dengan cekatan memasukkan dan mengeluarkan kayu di antara celah bentangan benang Tenun Gedogan. kedua tangan mereka menarik kayu sisir tenun untuk merapatkan helai demi helai benang hingga menjadi kain tenun.

"Kain tenun Indramayu sudah lama sekali dari jaman nenek moyang saya sudah ada. Saya sendiri lupa tahun berapa Tenun Gedogan sudah ada di sini," kata Sunarih, salah satu penenun Gedogan Indramayu, Senin, 6 Februari 2017.

Kini, pengrajin kain Tenun Gedogan Indramayu hanya tersisa empat orang. Namun, tidak banyak orang tahu bahwa Kabupaten Indramayu memiliki kerajinan khas kain Tenun Gedogan.

Corak dan warna yang beragam, menghasilkan motif kain yang khas dengan kegunaannya masing-masing. Misalnya, motif Babaran digunakan untuk dipakai sehari-hari. Ada pula motif Suwuk yang digunakan khusus ibu rumah tangga untuk menggendong bayi mereka.

Para pengrajin tenun khas Indramayu itu kini sudah berusia lanjut, sedangkan proses regenerasi tidak berjalan. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Sementara, motif Kluwungan digunakan dalam acara tradisi desa, serta penutup badan bagi warga yang meninggal. Masing-masing jenis kain Tenun Gedogan tersebut menggunakan benang berukuran 3 m x 50 cm.

"Sekarang tinggal empat orang dan yang paling muda usianya 57 tahun. Kita tidak bisa produksi banyak karena tenaga sudah tua," kata nenek asal Desa Junti Kebin, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu itu.

Keterbatasan tenaga dan tidak adanya masyarakat yang mau belajar menjadi penenun saat ini menjadi alasan kain khas Indramayu terancam punah. Dalam seminggu, masing-masing penenun hanya mampu membuat satu buah kain.

"Satu bulan penghasilan cuma Rp 600 ribu karena satu minggu satu kain. Kita tidak bisa melayani pesanan banyak dengan tepat waktu karena tenaga kita sudah tua," kata dia.

Para pengrajin tenun khas Indramayu itu kini sudah berusia lanjut, sedangkan proses regenerasi tidak berjalan. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Meski pesanan banyak, Sunarih mengaku tidak terlalu ngoyo. Bagi dia, menjaga stamina lebih penting untuk mengisi aktivitas lain selain menenun, seperti bermain dengan cucu dan pergi ke sawah.

Walau begitu, Sunarih mengaku khawatir Tenun Gedogan khas Indramayu akan tinggal nama. Hingga saat ini, keempat penenun belum berhasil mencetak generasi penerus kain tenun Gedogan.

"Pernah ada yang belajar tapi mereka tidak sabar akhirnya pergi begitu saja. Generasi sekarang kurang memiliki daya tarik terhadap tenun," ujar Sunarih.

Sejauh ini, kata Sunarih, pemerintah setempat hanya mengajak penenun ke dalam acara pameran atau promosi potensi daerah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya