Liputan6.com, Purwakarta - Dalam sepekan terakhir, siswi SMP Negeri 8 Purwakarta sibuk menyelesaikan tenunan di sekolah. Pengajar mereka adalah tiga orang Baduy yang khusus didatangkan dari Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten.
Ketiga orang Baduy itu didatangkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Purwakarta. Mereka tidak semata mengajarkan keahlian menenun, tetapi juga belajar sabar.
"Kuncinya menenun itu kan harus sabar. Untuk kain tenun ukuran 1x2 meter butuh 7 hari pengerjaan. Sedangkan yang 2 meter x 25 cm itu 3 hari. Jadi benar-benas harus bersabar," ujar Sarif (50), perwakilan warga Baduy di SMPN 8 Purwakarta, Kamis, 17 November 2016.
Perlahan tapi pasti, kain tenun yang diusahakan mulai kelihatan bentuknya. Ukuran kain yang dihasilkan berukuran mulai 1x2 meter hingga 2 meter x 25 cm.
Baca Juga
Di samping kesabaran, menenun kain secara manual juga membutuhkan keuletan tangan dalam menyusun helai demi helai benang. Meski begitu, keuletan tangan bisa dipelajari dengan cepat asal tekun.
"Anak-anak sini sudah mulai ulet tangannya dalam menenun. Jadi, saya rasa mereka tinggal dibiasakan saja," ujar dia.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan langkah Pemerintah Kabupaten Purwakarta ini sudah menjadi bagian dari Sistem Pendidikan Berkarakter yang telah diterapkan di wilayah tersebut sejak 2008.
Dikatakan Dedi, pendidikan aplikatif menjadi orientasi utama karena tidak hanya memperkuat aspek kognitif pelajar, tetapi juga mengasah psikomotoriknya, sehingga keterampilan pelajar di Purwakarta menghasilkan produk yang bisa dibanggakan.
"Pendidikan itu harus mencerdaskan, Pendidikan itu harus aplikatif, tidak boleh hanya bersandar pada aspek akademik," kata Dedi.
Lusi (14), salah seorang pelajar SMPN 8 Purwakarta menuturkan kegembiraan yang dirasakan saat belajar tenun. Kegembiraan bocah Kelas VIII ini muncul karena berhasil membuat satu kain tenun yang diapresiasi oleh guru tenunnya sekaligus ibunya di rumah.
"Pelajarannya asyik. Kainnya khas, belajar membuat pola, baru bisa berhasil buat satu, tapi dipuji Pak Guru dan Ibu di rumah," ucap Lusi.