Perjuangan Warga Suku Sakai Jalan 120 Km ke Kantor Gubernur Riau

Sebagian warga Suku Sakai pingsan di depan kantor Gubernur Riau.

oleh M Syukur diperbarui 15 Mar 2017, 19:30 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2017, 19:30 WIB
Perjuangan Suku Sakai
Ratusan warga Suku Sakai jalan kaki ke Gubernur Riau (Liputan6.com / M.Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Ratusan warga Suku Sakai, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau berjalan kaki 120 kilometer menuju Kantor Gubernur Riau. Tiga hari menempuh perjalanan, di kantor yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman itu mereka menyuarakan pengembalian 240.000 hektare lahan tanah ulayat.

Menurut warga suku asli Riau itu, lahan tersebut sudah dikuasai sejak 1982. Hingga kini upaya warga secara turun temurun selalu mendapat rintangan, baik perusahaan ataupun pemerintah daerah setempat.

"Makanya kami datang ke sini, mengadu ke Bapak Gubernur Riau. Tolong perhatikan nasib kami ini mendapat hak yang seharusnya kami miliki," kata Sony, perwakilan dari ratusan masyarakat ini, Rabu (15/3/2017).

Di depan Kantor Gubernur Riau, ratusan massa langsung duduk di tengah jalan. Kepolisian terpaksa mengalihkan arus di Jalan Jenderal Sudirman dan menjadi satu arah saja.

Selama berlangsung aksi, beberapa warga yang tampak keletihan ada yang pingsan. Hal ini terjadi karena mereka sudah beberapa hari berjalan kaki ke Kota Pekanbaru dengan bekal seadanya.

Tak hanya dari pria dan ibu-ibu, anak-anak juga turut menyuarakan aspirasi orang tuanya. Mereka ada yang membawa bakul dan berpakaian seadaanya.

Sony menyebutkan pada 1982, PT Ivo Mas Tunggal datang ke wilayah Kandis dan meminta anak-anak serta pemuda dari Suku Sakai mengisi plibet -kapling tanah ulayat- dengan bibit sawit dan menanamnya di tanah milik Suku Sakai. 

Perjuangan Suku Sakai merebut kembali tanah ulayat (Liputan6.com / M.Syukur)

Ketika itu, ada perjanjian lisan dari perusahaan akan memberikan lahan itu kembali ke masyarakat. Puluhan tahun berjalan, lahan yang dijanjikan tak kunjung diterima masyarakat.

"Sampai sekarang tidak mau. Bahkan, kami ingin membersihkan kuburan nenek moyang yang berada di tengah-tengah lahan perusahaan tidak diizinkan," terang Sony.

Sejauh ini, Sony menyebut perusahaan sudah menguasai 240.000 hektare lahan. Masyarakat sudah meminta, baik secara langsung ke perusahaan, menemui pihak kecamatan bahkan kabupaten.

"Usaha ini tidak pernah berhasil. Bahkan ada oknum yang berkata bahwa perusahaan tidak akan pernah memberikan lahan. Ada pula yang bilang, kalau ingin lahan ini harus minta ke pemerintah. Makanya, kami memperjuangkannya di sini," terang Sony.

Perjuangan Suku Sakai merebut kembali tanah ulayat (Liputan6.com / M.Syukur)

Dengan ini, Sony atas nama Persatuan Suku Sakai Menggugat meminta Gubernur Riau menyelesaikan konflik lahan dengan perusahaan tersebut.

"Masyarakat sangat berharap akan lahan ini untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sumber pencarian berada di lahan ini, di mana sekarang sungai tempat mencari ikan sudah tercemar," terang Sony.

"Untuk perkebunan sudah tidak ada, sudah digarap dan dikuasai perusahaan. Hutan juga sudah gundul akibat pembukaan lahan, lantas kemana lagi kalau bukan ke pemerintah kami mengadu," kata Sony.

Selain meminta lahan itu, ratusan masyarakat juga meminta pemerintah memeriksa kembali izin HGU perusahaan.

"Kemudian lihatlah Suku Sakai sebagai masyarakat pribumi di Riau," tegas Sony.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya