Liputan6.com, Cirebon - Perusahaan pengolahan garam konsumsi di Provinsi Bengkulu, CV Abadi, terpaksa merumahkan sejumlah karyawan akibat krisis pasokan bahan baku. Kepala Karyawan dan Gudang CV Abadi, Indra, menyebutkan, mereka merumahkan karyawan sampai distribusi pasokan bahan baku kembali normal.
"Kami tidak memecat, karena tidak ada yang diproduksi jadi mau tidak mau ya harus dirumahkan, ada belasan, utamanya ibu-ibu yang bekerja di bagian pengemasan," kata dia, di Bengkulu, Rabu (26/7/2017), dilansir Antara.
Indra juga tidak dapat memastikan kapan para karyawan akan kembali bekerja, sebab ketersediaan kembali bahan baku garam juga tidak dapat dipastikan. Selama ini, perusahaan mendatangkan bahan baku dari Madura, Jawa Timur.
Baca Juga
"Sampai saat ini di sana masih gagal panen. Masih diupayakan bisa panen pada September 2017 nanti, namun itu juga belum pasti mengingat cuaca," kata dia lagi.
Sampai sekarang di Bengkulu, lanjut Indra, belum ada petani garam. Dengan kondisi pantai yang didominasi muara sungai dan teluk, belum terbukti cocok untuk dijadikan tambak garam.
"Selain itu, perlu kajian ilmiah dan laboratorium apakah layak dan memenuhi standar kesehatan," kata dia.
Karena itu, satu-satunya daerah penyuplai bahan baku garam konsumsi di Bengkulu adalah Madura, Provinsi Jawa Timur. "Kami sudah laporkan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan kondisi ini. Semoga ada tindak lanjut, sebab garam yang beredar di pasaran saat ini hanya stok lama," ucapnya.
CV Abadi merupakan satu dari dua perusahaan pengolahan garam di Bengkulu yakni mengolah bahan baku melalui proses iodinasi sebelum dikemas dan didistribusikan ke seluruh pasar di provinsi itu.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Advertisement
Produsen Ikan Asin Terjepit
Mahalnya harga garam dikeluhkan produsen ikan asin di Probolinggo, Jawa Timur. Dengan kondisi saat ini, para produsen ikan asin harus menambah modal produksi, sementara keuntungan yang didapat sangat sedikit sekali.
Para produsen di sentra produksi ikan asin di Kecamatan Mayangan, Kota Probolingo mengatakan mereka masih mengolah ikan hasil tangkapan nelayan, menjadi ikan asin. Namun sebulan terakhir, para produsen ikan asin ini kesulitan akibat kenaikan harga garam sebagai komponen penting dalam produksi.
Sebelumnya, setiap karung garam yang digunakan untuk mengasinkan ikan, harganya hanya sekitar Rp 50 ribu. Jumlah itu kini meningkat hingga Rp 220 ribu untuk tiap karungnya.
Dengan kondisi itu, para produsen ikan asin harus menambah jumlah modal agar tetap bisa berproduksi. Sementara itu, mereka tidak bisa menaikkan harga ikan asin.
Sejauh ini,konsumen ikan asin masih sangat banyak. Lauk dengan rasa yang khas ini memang sangat digemari oleh masyarakat.
"Mahal sekali harga garam, sekarang keuntungannya sangat sedikit. Biasanya bisa Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per kilo, sekarang hanya Rp 100 ribu," tutur Fatimah, salah seorang produsen ikan asin, Senin siang, 24 Juli 2017.
Mahalnya harga garam itu juga sampai berdampak pada para pedagang atau tengkulak ikan asin. Mereka tidak bisa berharap untung besar saat ini. Sebab, hasil penjualan saat ini hanya cukup untuk mengembalikan modal usaha saja.
"Mepet sekali mas, yang terpenting bisa balik modal dan tidak rugi itu saja sudah cukup. Jangan berharap untung besar dulu sekarang," kata Maksum, salah satu pedagang ikan asin.
Maksum merupakan pedagang yang membeli ikan asing langsung ke produsen dalam jumlah besar. Selanjutnya, ikan itu ia kirim ke pasar di luar Probolinggo, seperti Malang dan Surabaya.
Baik produsen ikan asin maupun pedagang berharap ada kebijakan strategis dari pemerintah untuk menstabilkan kembali harga garam. Dengan begitu, keuntungan dari hasil mengolah ikan asin, tidak minim seperti sekarang.
Advertisement
Kelangkaan Garam Terlihat Sejak 2016
Pemerintah Kabupaten Cirebon mengatakan indikasi kelangkaan garam di Pantura Jawa Barat ini terlihat sejak 2016 lalu.
Kasi Pembinaan Kelembagaan dan SDM KP Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislakan) Kabupaten Cirebon Rahmat Arifudin mengatakan pada 2016, jumlah produksi hanya 1000 ton atau 0,24 persen dari luas lahan garam 3.500 hektare.
Normalnya, petani garam menghasilkan 80-120 ton per hektare per musim. Namun, faktor cuaca yang tak mendukung pada 2016 lalu membuat banyak petani garam yang gagal panen.
"Stok garam di penyimpanan juga sudah habis dan stok tersebut hasil produksi tahun 2015 dan tambahan 2016. Habisnya sejak awal Januari 2017 lalu," kata Arif, Selasa, 25 Juli 2017.
Dia mengaku belum bisa mengintervensi harga menyusul adanya kelangkaan garam tersebut. Dia mengatakan, secara umum pada Juli ini petani garam baru mulai produksi kembali.
Namun demikian, persiapan produksi masih belum didukung 100 persen oleh cuaca. "Masih persiapan, kadang air tua nya masih belum siap tapi yang jelas masih kelangkaan garam. Stok tahun 2015 sampai 2016 sudah habis. Jumlah stok terakhir belum saya cek lagi," ujar dia.
Arif menyebut rencana pemerintah mengimpor garam merupakan solusi efektif. Meski potensi produksi garam lokal besar, impor masih menjadi solusi jangka pendek dalam mengatasi kelangkaan garam.