Bahaya, 5 Provinsi Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan

Jumlah titik panas akibat kebakaran hutan dan lahan atau karhutla meningkat dalam beberapa hari terakhir.

oleh Anri Syaiful diperbarui 26 Jul 2017, 19:36 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2017, 19:36 WIB
20150904-Kebakaran-Hutan-Riau
Petugas pemadam kebakaran berusaha mematikan sisa titik api yang masih menyala di cagar alam biosfer Giam Siak Kecil di Riau (3/9/2015). Sebagian lahan hutan yang memiliki luas ratusan ribu hektar itu terlihat hangus. (AFP PHOTO/ALFACHROZIE)

Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran titik panas (hotspot) akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus meningkat di beberapa daerah Tanah Air. Jumlah titik panas meningkat dalam beberapa hari terakhir.

Berdasarkan pantauan Satelit Aqua, Terra, SNNP pada katalog modis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), terpantau 150 titik panas pada 23 Juli 2017, 170 hotspot pada 24 Juli 2017, dan meningkat menjadi 179 hotspot pada 25 Juli 2017.

"Peningkatan hotspot ini seiring dengan cuaca yang makin kering sehingga hutan dan lahan mudah dibakar," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Rabu (26/7/2017).

Namun, menurut Sutopo, jumlah titik panas yang menandakan adanya kebakaran hutan dan lahan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan periode sama tahun 2015.

Buat mengantisipasi karhutla dan memudahkan penanggulangan bencana asap, imbuh Sutopo, lima provinsi langganan karhutla telah menetapkan status Siaga Darurat. Kelima provinsi itu adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

"Penetapan status siaga darurat ini diambil setelah beberapa kabupaten/kota di masing-masing provinsi menetapkan Siaga Darurat," kata dia.

Sejauh ini, satuan tugas (satgas) terpadu telah dibentuk di setiap provinsi untuk mengatasi karhutla. "Terdiri dari Satgas Darat, Satgas Udara, Satgas Pelayanan Kesehatan, Satgas Penegakan Hukum, dan Satgas Sosialisasi," ujar Sutopo.

Upaya preventif mencegah kebakaran hutan dan lahan terus berlangsung. Namun, lanjut Sutopo, luasnya wilayah yang harus dijaga dan terbatasnya sarana maupun prasarana menyebabkan karhutla masih terjadi di beberapa daerah. Apalagi, sebagian besar penyebab karhutla adalah kesengajaan untuk membuka lahan.

Saksikan video menarik di bawah ini:

18 Helikopter Bom Air

Karhutla Riau
Upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Riau, dengan water bombing. (Liputan6.com/M Syukur)

Sutopo mengatakan pula, BNPB mengerahkan 18 helikopter pengangkut bom air (water bombing) untuk mendukung operasi karhutla. Penyebaran 18 helikopter adalah di Riau (lima unit), Sumatera Selatan (lima unit), Kalimantan Barat (empat unit), Jambi (dua unit), dan Aceh (dua unit).

Adapun dua helikopter pengeboman air dioperasikan di Aceh, menyusul penetapan Siaga Darurat di Kabupaten Aceh Barat. Selain itu, imbuh Sutopo, operasi hujan buatan juga digelar oleh BNPB dan BPPT di Riau dan Sumatera Selatan.

"Total 68,4 ton bahan semai natrium klorida (NaCl) disebarkan ke dalam awan-awan potensial dengan menggunakan pesawat Casa-212 untuk memicu hujan," Sutopo memaparkan.

Sedangkan Satgas Darat dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Damkar, MPA, dunia usaha, dan masyarakat terus mengupayakan pemadaman karhutla di darat.

Sutopo menjelaskan, total luas hutan dan lahan di Riau yang terbakar selama 2017 sebesar 548,72 hektare. Pada Selasa, 25 Juli 2017, satgas terpadu berhasil memadamkan karhutla di Desa Pauh, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, seluas empat hektare.

Sementara itu, karhutla seluas 10 hektare di Desa Buluh Manis, Kecamatan Bhatin Solapan, Kota Dumai, Riau, juga dapat diatasi. "Begitu pula karhutla di daerah Desa Teluk Jira Parit, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, dapat dipadamkan," kata Sutopo.

Adapun kebakaran lahan seluas dua hektare terjadi pada 25 Juli 2017 di lahan gambut dengan jenis tanaman pakis, ilalang, sawit, dan semak belukar di Kelurahan Teluk Makmur, Kecamatan Medang Kampai, Dumai, Riau.

Tim Satgas Darat dari TNI, Manggala Agni, Polisi, MPA, BPBD, dan masyarakat berhasil memadamkan. "Asap mengepul di lahan yang terbakar dari karhutla di Bukit Merbau, Kabupaten Meranti, Riau, berkurang setelah pengeboman air sebanyak 32 kali," Sutopo mengungkapkan.

Sementara pada Selasa pagi hingga siang, 25 Juli 2017, asap dari karhutla di Aceh Barat menyebabkan menurunnya jarak pandang. Aktivitas masyarakat terganggu kebakaran lahan di Aceh Barat yang sebagian besar berada di lahan gambut.

Menurut Sutopo, BNPB memperkirakan 69 hektare lahan terbakar di Aceh Barat, tersebar di lima kecamatan, yaitu Woyla, Meureubo, Sama Tiga, Johan Pahlawan, dan Arongan Lambalek.

"Kebakaran lahan disebabkan masyarakat membersihkan lahan dengan cara membakar, sehingga api menyebar ke lahan lain," tutur dia.

Sutopo menjelaskan pula, kebakaran terjadi sejak Selasa, 18 Juli 2017. Namun, hingga saat ini, beberapa titik masih terbakar pada lahan gambut dan lahan mineral.

"Pada hari ini (26 Juli 2017), Satgas Darat dari BPBA, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, BLHK, SKPD terkait, RAPI, dan masyarakat memadamkan titik api di Desa Suak Nie, Suak raya, Leuhan, dan Ujong Tanoh darat," katanya.

Sedangkan helikopter MI-172 memadamkan kebakaran hutan dan lahan di beberapa titik di Aceh Barat.

Warga pun diimbau tidak membakar hutan dan lahan karena cuaca semakin kering, sehingga mudah memicu karhutla. "Semua unsur masyarakat diimbau untuk menjaga wilayahnya agar tidak ada yang melakukan pembakaran. Awasi dan jaga lingkungan sekitarnya," Sutopo memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya