Liputan6.com, Lumajang - Apa yang ada di benak Djuami (63) tahun adalah menuntaskan rukun Islam yang kelima, ibadah haji. Keinginan itu bulat usai Djuami ditinggal almarhum suaminya, Abdul Manan, pada 1989.
Sejak itu Djuami, warga Kelurahan Citrodiwangsan, Lumajang, Jawa Timur, mulai menabung. Dalam kesehariannya, Djuami berjualan ketan. Ia keliling kampung menjajakan makanan tradisional itu.
Djuami rutin menyisihkan Rp 100 hingga 150 ribu dalam dua minggu. Yang utama tentu saja digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Apalagi, Djuami menjadi orangtua tunggal sejak ditinggal mati suami.
"Kadang 100 ribu, kadang 150 ribu, dua minggu sekali secara rutin, hingga terkumpul Rp 20 juta, dan diminta daftar ke bank dan kantor Kementerian Agama," tuturnya, Selasa, 8 Agustus 2017.
Baca Juga
Uniknya, selama 27 menabung, tak ada satu pun anak-anak Djuami yang tahu. Anak perempuan Djuami, Nurul Hasanah, misalnya, kaget lalu terharu saat mendengar kabar jika ibunya akan pergi haji.
Ia tak mengetahui jika selama ini ibunya menabung dan mendaftar haji. Untuk urusan menyempurnakan rukun agamanya, Djuami seperti tak ingin merepotkan anak-anaknya.
Nurul Hasanah mengaku tidak khawatir dengan kondisi fisik ibunya meski harus berangkat haji sendirian. Menurut dia, fisik Djuami tetap bugar meski sudah berusia senja.
"Keseharian ibu jualan ketan, makanan tradisional seperti ketan bubuk, bledus, gatot dan lain-lain. Alhamdulillah untuk fisiknya saya enggak khawatir karena setiap harinya ibu waktu jualan itu jalan dan alhamdulillah sehat-lah," ujarnya
Nenek Djuami merupakan salah satu dari 715 jemaah calon haji Kabupaten Lumajang yang akan diberangkatkan pada Senin mendatang.
Advertisement