Petani Vs Babi Hutan Tak Mempan Diracun Bertarung di Ladang

Babi yang tak mempan diracun membuat petani kewalahan menghalau serangan babi hutan.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 22 Agu 2017, 07:02 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2017, 07:02 WIB
Petani Vs Babi Hutan Tak Mempan Diracun Bertarung di Ladang
Petani-petani Desa Gununglurah bersatu menghalau serangan babi hutan. (foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Warga Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas terpaksa harus turun langsung ke ladang untuk menghalau serangan babi hutan. Jika tidak, kawanan babi liar itu akan memporak-porandakan aneka tanaman milik petani di ladang.

Salah satu petani di Desa Gunung Lurah, Isrodin menuturkan, ia dan beberapa petani lainnya bahkan harus meronda untuk giliran jaga siang dan malam. Sebab, babi nakal itu kerap memakan ketela, ubi, jagung, talas, hingga padi di sawah.

"Paling tinggi serangannya kalau padi sudah mulai bunting. Warga harus meronda tiap malam, terutama di sawah yang hampir panen untuk menghalau serangan babi hutan," katanya, Sabtu, 19 Agustus 2017.

Isrodin mengungkap, para petani sebenarnya sudah berupaya mengantisipasi serangan itu dengan memasang racun yang dicampur dengan bahan pakan, seperti ubi dan jagung. Namun, rupanya, babi hutan tak mau memakan ubi dan jagung yang sudah dicampur racun itu.

"Mungkin saking seringnya diracun sehingga babi paham. Mereka sama sekali tidak mau makan racun yang dipasang," kata Isrodin yang juga Kepala Sekolah Alam di Desa Gunung Lurah.

Isrodin memprediksi masifnya serangan babi hutan akhir-akhir ini, berkaitan dengan proyek geothermal yang berlangsung di kawasan Hutan Lindung Gunung Selamet.

"Dari dulu serangan babi sudah ada, tapi tidak sebanyak. Saya pikir itu ada kaitannya dengan proyek geothermal," ujarnya.

Aktivis lingkungan itu juga menyebut, tingkat penampakan hewan-hewan lainnya juga bertambah tinggi. Antara lain, elang Jawa dan kijang. Beberapa kali, kijang turun ke sekitar area sekolah yang juga berimpitan dengan perkebunan pinus Perhutani dan hutan lindung.

Meski penampakan hewan-hewan endemik Gunung Slamet itu merupakan hal biasa bagi warga pinggiran hutan, namun, Isrodin menegaskan intensitasnya tak setinggi kali ini. "Maklum, jarak antara Desa Gunung Lurah dengan lokasi pengeboran hanya 7 kilometer," jelasnya.

Warga setempat, Yuli mengatakan dia sering melihat hewan-hewan turun kala pagi atau sore hari. Bahkan, ia sempat melihat macan, diduga macan tutul, di hutan yang tak terlalu jauh dari perkampungan ketika hendak melihat proyek geothermal. Untungnya, macan itu tak menyerang.

"Elang, macan di hutan. Macannya diam saja. Waktu ke proyek geothermal. Tapi nggak sampai ke sana, nggak boleh," ucap Yuli.




 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya