Liputan6.com, Pekanbaru - Puluhan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintahan Kabupaten Pelalawan, Riau, berbondong-bondong mengembalikan uang Bantuan Tak Terduga (BTT) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Dari total Rp 2,4 miliar yang raib dan diduga dinikmati puluhan orang itu, baru Rp 700 juta yang dikembalikan.
Namun, ada hal yang mengejutkan. Ada nama Bupati Pelalawan, Muhammad Harris, tertulis di tumpukan amplop yang dikembalikan tersebut. Amplop yang dibuka petugas kejaksaan itu berisi uang puluhan juta rupiah.
Saat dikonfirmasi wartawan, Harris mengaku sedang berada di Jakarta. Dia pun enggan menjawab adanya pengembalian uang. "Saya tak tahu soal itu," ucap dia melalui sambungan teleponnya, Kamis, 14 September 2017.
Harris mengaku pernah membubuhkan paraf dalam beberapa proposal kegiatan yang dicairkan dengan dana BTT tersebut. Namun, ia memerintahkan agar proposal itu dikaji sesuai aturan.
Baca Juga
"Saya perintahkan harus sesuai aturan dan dikaji," Harris menegaskan.
Sebelumnya, Harris juga dikabarkan pernah dimintai keterangannya dalam kasus tersebut. Pemeriksaanya berlangsung pada 19 Juni 2017, dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.30 WIB. Pemeriksaan Harris ini disampaikan pengacaranya, Asep Ruhiat.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Sugeng Riyanta menyebut pengembalian uang hingga Rp 700 juta itu dilakukan puluhan saksi yang pernah diperiksa. Apakah salah satunya Bupati Harris yang mengembalikan, Sugeng tidak merincikannya.
"Uang ini semua dari saksi-saksi kasus BTT. Kami yang utama ya pengembalian ini. Ini alternatif selain memenjarakan orang (koruptor). Nanti kita tunggu terus sampai Rp 2,4 miliar itu dikembalikan," ujar Sugeng, Kamis, 14 September 2017.
Menurut Sugeng, siapa-siapa saja saksi yang pernah diperiksa pihaknya bakal ketahuan jika tiga tersangka dalam kasus ini sudah disidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
"Saksi nanti dibuka di persidangan, ketahuan siapa saja nantinya," katanya.
Sugeng menyatakan, tidak disebutnya nama saksi dalam kasus dugaan korupsi DTT APBD Kabupaten Pelalawan itu karena dirinya berpegang pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Sesuai KUHAP, kita konsisten tak menyebut para saksi. Nanti di pengadilan saja akan dibuka," kata Sugeng.
Advertisement
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kronologi Kasus
Dalam kasus ini, Kejati Riau menahan tiga tersangka yang bertanggung jawab mencairkan uang tersebut. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Pelalawan, Lahmuddin (LMN), seorang ASN berinisial AS, dan warga Pelalawan berinisial KSM.
Ketiga tersangka dalam kasus ini dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Salah satu tersangka, Lahmuddin baru saja mendapat pembebasan bersyarat dalam kasus korupsinya terdahulu. Baru saja menghirup udara bebas atas vonis enam tahun dari kasusnya dulu, dia kembali dipenjara karena kasus ini.
Selain berdasarkan gelar perkara itu, penyidik juga memeriksa 70 saksi, menyita barang bukti berupa dokumen, uang, dan memeriksa ahli. "Dengan tiga alat bukti. Alat bukti yang kita yakini itu telah kita periksa dan kita peroleh dengan cara sah," Sugeng membeberkan.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nom 20 Tahun 2001, juncto pasal 55 KUHPidana tentang keturutsertaan dalam melakukan tindak pidana.
Sugeng menyebutkan pula, ada kerugian Rp 2,4 miliar dari DTT APBD Kabupaten Pelalawan Tahun 2012 itu. Jumlah ini diperoleh dari hasil perhitungan pihak kejaksaan yang bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Penyelewengan anggaran ini dilakukan dalam berbagai modus, salah satunya digunakan untuk turnamen golf. Hal ini menyalahi aturan karena bantuan ini seharusnya digunakan salah satunya untuk bencana.
Advertisement