Kisah Finalis CJA Menolak Stres Akibat Putus Cinta

Kenangan buruk dan momen-momen nostalgia memang selalu ada dalam tiap diri manusia. Jika salah kelola akan menjadi stres.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 31 Okt 2017, 23:03 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2017, 23:03 WIB
Kisah Febby Menolak Stress Akibat Putus Cinta
Febby Budisantosa memegang senjatanya berupa kamera sebagai penyaluran energi stressnya. (foto: Liputan6.com/CJA-EMP Semarang/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Minggu, 29 Oktober 2017, Febby Budisantosa berada di sebuah ruangan di kompleks Balai Kota Semarang. Ia bersama 25 rekannya yang masih mahasiswa dan menjadi grand finalis Citizen Journalist Academy (CJA). Matanya menyapu seluruh ruangan, bahkan meneliti lipatan kursi yang sering diselipi bungkus permen atau sampah plastik lainnya.

Kamera di tangan, tripod di pelukan. Febby berjalan hendak memotret dan merekam Final Coaching Class yang diisi Azwar Anas, editor Liputan6.com. Mungkin karena tak hati-hati, kakinya terantuk kaki kursi.

"Wah ini de javu. Persis seperti tiga bulan silam," kata Febby pelan.

Sebelum ini, Febby memang mengikuti audisi CJA. Mengawali dari pendaftaran di tempat yang sama saat ia audisi dan akhirnya sukses mengikuti Final Coaching di tempat yang sama pula. Selama tiga bulan, ia menjadi akademia CJA dengan mengikuti kelas yang berpindah-pindah tempatnya.

Febby bercerita, saat mendaftar audisi ia tengah kehilangan semangat. Selain persoalan khas anak muda yakni asmara, ia merasa diremehkan oleh para dosennya. Febby mengalami krisis kepercayaan diri.

"Saya berangkat penuh ketidakpercayaan diri. Bayangkan ada seribu lebih mahasiswa berprestasi dari berbagai kota yang mendaftar, sementara saya ini apa," kata Febby dengan tatap mata menerawang langit-langit ruangan.

Pelan-pelan ia berhasil menyisihkan satu demi satu halangan. Dari 1.080 mahasiswa, akhirnya dipilih 30 mahasiswa dan Febby berada di dalamnya. Menurut Febby, itu semua karena kekuatan tangan Tuhan dan mengelola kenangan buruk.

30 Finalis berpose bersama setelah mampu menyisihkan 1050 peserta lain. (foto : Liputan6.com/CJA-EMP Semarang/edhie prayitno ige)

Kenangan, momen-momen nostalgia memang selalu ada dalam tiap diri manusia. Menurut psikolog RS Elisabeth, Probowatie Tjondronegoro, kadangkala nasehat untuk melupakan masalah itu justru akan menambah masalah dan stres.

"Yang terjadi, banyaknya nasehat itu malah semakin menjadi beban. Bukan menyelesaikan namun menambah masalah," kata Probowatie kepada Liputan6.com, Selasa (31/10/2017).

Febby mengiyakan pendapat Probowatie. Ketika putus dari pacarnya, awalnya Febby menganggap sebagai kiamat kecil. Namun dengan penerimaan diri, ia meyakini bahwa Tuhan sedang bekerja yang baik untuknya.

"Tangan Tuhan intervensi dalam karya-karya video saya. Dan itu membuat saya bisa bangkit dari keterpurukan," kata Febby.

Bergabung sebagai finalis CJA memang tak langsung mebangkitkan rasa percaya dirinya. Namun penilaian atas dirinya sendiri itulah yang membuat ia bisa diterima oleh teman-teman barunya, oleh mentor-mentornya. Ia menyerap energi positif dari semuanya itu.

 

Beri Ruang Untuk Energi Negatif

Beri Ruang Untuk Energi Negatif
Febby Budisantosa ketika masih krisis kepercayaan diri, mencoba ditutupi dengan akting tegar, namun tak menolong. (Foto : Liputan6.com/CJA-EMP Semarang/edhie prayitno ige)

Manajemen stres berbasis kenangan itu ia kelola dengan baik, mulai dari berlatih pernafasan dengan baik sehingga bisa berpengaruh terhadap perasaan dan isi pikiran. Tips sederhana Febby adalah menjalani dengan ikhlas tanpa ada tendensi menjadi lebih baik.

"Secara sederhana sebenarnya bisa dijelaskan bahwa dengan cara bernafas yang benar dan rileks tanpa dilandasi keinginan, tanpa sadar itu sudah memberi kesempatan pikiran dan perasaan keluar dari penjara stres," kata Febby membuka rahasia.

Tak ada penyesalan atas masa lalu, tak ada ketakutan atas masa depan. Yang ada hanyalah perasaan rileks pada saat itu.

"Pikiran dan perasaan memang harus diberi ruang istirahat. Setiap hari hati dan pikiran sudah dijejali dengan target dan keinginan. Dengan penyesalan dan kekhawatiran," kata Probowatie.

Rahasia lain mengelola kenangan adalah adanya paradoks rasa dan pikiran.  Febby berpendapat apapun yang ditolak hati dan pikiran, ternyata akan semakin kerasan bersemayam.

Mencoba memberi ruang bagi kesedihan dan mengalirkan melalui kamera. (foto : Liputan6.com/CJA-EMP Semarang/Edhie Prayitno Ige)

Febby memberi contoh, ketika putus cinta, ia memberi ruang hati dan pikiran untuk berduka. Dengan langkah itu, semua tuntas karena ia sudah mendapatkan lingkungan baru yang bisa menerimanya. Salah satunya di CJA Semarang.

Atas hal ini, Probowatie memberi penjelasan lebih ilmiah bahwa ketika stres, yang dibutuhkan adalah mengizinkan pikiran dan rasa untuk hadir apa adanya. "Bahasa sekarang ya sepenuh hati," kata Probowatie.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya